Gerry andi juniarto merupakan anak dari seorang dokter spesialis kandungan yang bernama Dr.Andi Hudono beliau merupakan seorang juri dogshow yang melegenda dikalangan pecinta doberman
pergerakan organisasi nasional indonesia
Selasa, 27 September 2022
Senin, 20 Januari 2020
organisasi pergerakan indonesia
Organisasi Budi Utomo (BU) didirikan pada tanggal 20 Mei 1908 oleh para mahasiswa STOVIA di Batavia dengan Sutomo sebagai ketuanya.
proses terbentuk nya organisasi budiutomo :
Terbentuknya organisasi tersebut atas ide dr. Wahidin Sudirohusodo yang sebelumnya telah berkeliling Jawa untuk menawarkan idenya membentuk Studiefounds.
tujuan di bentuk nya organisasi budiutomo :
Gagasan Studiesfounds bertujuan untuk menghimpun dana guna memberikan beasiswa bagi pelajar yang berprestasi, namun tidak mampu melanjutnya studinya. Gagasan itu tidak terwujud, tetapi gagasan itu melahirkan Budi Utomo.
berikut ini adalah tujuan utama organisasi budiutomo :
Tujuan Budi Utomo adalah memajukan pengajaran dan kebudayaan.
Tujuan tersebut ingin dicapai dengan usaha-usaha sebagai berikut:
1) memajukan pengajaran;
2) memajukan pertanian, peternakan dan
perdagangan;
3) memajukan teknik dan industri
4) menghidupkan kembali kebudayaan.
Dr Sutomo
kongres pertama yang dilakukan oleh organisasi budiutomo :
kongres yang pertama di Yogyakarta pada tanggal 3-5 Oktober 1908. Kongres memutuskan hal-hal sebagai berikut.
1. Budi Utomo tidak ikut dalam mengadakan kegiatan politik.
2. Kegiatan Budi Utomo terutama ditujukan pada bidang pendidikan dan kebudayaan.
3. Ruang gerak Budi Utomo terbatas pada daerah Jawa dan Madura.
4. Memilih R.T. Tirtokusumo, Bupati Karanganyar sebagai ketua.
5. Yogyakarta ditetapkan sebagai pusat organisasi.
Tiga tahun setelah berdirinya Budi Utomo, yakni tahun 1911 berdirilah Sarekat Dagang Islam ( SDI ) di Solo oleh H. Samanhudi, seorang pedagang batik dari Laweyan Solo.
H Samanhudi
Organisasi Sarekat Dagang Islam berdasar pada dua hal berikut ini.
a. Agama Islam.
b. Ekonomi, yakni untuk memperkuat diri dari
pedagang Cina yang berperan sebagai
leveransir (seperti kain putih, malam, dan
sebagainya).
Atas prakarsa H.O.S. Cokroaminoto, nama Sarekat Dagang Islam kemudian diubah menjadi Sarekat Islam ( SI ), dengan tujuan untuk memperluas anggota sehingga tidak hanya terbatas pada pedagang saja.
Berdasarkan Akte Notaris pada tanggal 10 September 1912, ditetapkan Tujuan Sarekat Islam sebagai berikut:
1. memajukan perdagangan
2. membantu para anggotanya yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha (permodalan)
3. memajukan kepentingan rohani dan jasmani penduduk asli
4. memajukan kehidupan agama Islam.
sifat serekat islam :
Sifat Sarekat Islam yang demokratis dan berani serta berjuang terhadap kapitalisme untuk kepentingan rakyat kecil sangat menarik perhatian kaum sosialis kiri yang tergabung dalam Indische Social Democratische Vereeniging (ISDV) pimpinan Sneevliet (Belanda), Semaun, Darsono, Tan Malaka, dan Alimin (Indonesia).
Itulah sebabnya dalam perkembangannya Sarekat Islam pecah menjadi dua kelompok berikut ini.
1) Kelompok nasionalis religius ( nasionalis keagamaan) yang dikenal dengan Sarekat Islam Putih dengan asas perjuangan Islam di bawah pimpinan H.O.S. Cokroaminoto.
2) Kelompok ekonomi dogmatis yang dikenal dengan nama Sarekat Islam Merah dengan haluan sosialis kiri di bawah pimpinan Semaun dan Darsono.
Indische Partij (IP) didirikan di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912 oleh Tiga Serangkai, yakni Douwes Dekker (Setyabudi Danudirjo), dr. Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara).
Organisasi ini mempunyai cita-cita untuk menyatukan semua golongan yang ada di Indonesia, baik golongan Indonesia asli maupun golongan Indo, Cina, Arab, dan sebagainya. Mereka akan dipadukan dalam kesatuan
bangsa dengan membutuhkan semangat nasionalisme Indonesia.
Cita-cita Indische Partij banyak disebar-luaskan melalui surat kabar De Expres. Di samping itu juga disusun program kerja sebagai berikut:
1. meresapkan cita-cita nasional Hindia (Indonesia).
2. memberantas kesombongan sosial dalam pergaulan, baik di bidang pemerintahan, maupun kemasyarakatan.
3. memberantas usaha-usaha yang membangkitkan kebencian antara agama yang satu dengan yang lain.
4. memperbesar pengaruh pro-Hindia di lapangan pemerintahan.
5. berusaha untuk mendapatkan persamaan hak bagi semua orang Hindia.
6. dalam hal pengajaran, kegunaannya harus ditujukan untuk kepentingan ekonomi Hindia dan memperkuat mereka yang ekonominya lemah.
Muhammadiyah didirikan oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912. Asas perjuangannya ialah Islam dan kebangsaan Indonesia, sifatnya nonpolitik.
Muhammadiyah bergerak di bidang keagamaan, pendidikan, dan sosial menuju kepada tercapainya kebahagiaan lahir batin.
Tujuan Muhammadiyah ialah sebagai berikut.
1. memajukan pendidikan dan pengajaran berdasarkan agama Islam;
2 mengembangkan pengetahuan ilmu agama dan cara-cara hidup menurut agama Islam.
usaha yang dilakukan muhammadiyah untuk mencapai usaha nya :
usaha yang dilakukan oleh Muhammadiyah adalah sebagai berikut:
1. mendirikan sekolah-sekolah yang berdasarkan agama Islam ( dari TK sampai dengan perguruan tinggi);
2. mendirikan poliklinik-poliklinik, rumah sakit, rumah yatim, dan masjid;
3. menyelenggarakan kegiatan-kegiatan keagamaan.
Kiai Haji Ahmad Dahlan
Sejak berdiri di Yogyakarta (1912) Muhammadiyah terus mengalami perkembangan yang pesat. Sampai tahun 1913, Muhammadiyah telah memiliki 267 cabang yang tersebar di Pulau Jawa. Pada tahun 1935, Muhammadiyah sudah mempunyai 710 cabang yang tersebar di Pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi.
gerakan pemuda indonesia,sebetulnya sudah dimulai sejak berdirinya organisasi budiutomo,tapi sejak kongresnya yang pertama perannya telah diambil oleh golongan tua (kaum priayi dan pegawai negeri) sehingga para pemuda kecewa dan keluar dari organisasi tersebut.Setelah beberapa tahun kemudian,, tepatnya pada tanggal 7 Maret 1915 di Batavia berdiri Trikoro Dharmo oleh R. Satiman Wiryosanjoyo, Kadarman, dan Sunardi. Trikoro Dharmo yang diketui oleh R. Satiman Wiryosanjoyo merupakan oeganisasi pemuda yang pertama yang anggotanya terdiri atas para siswa sekolah menengah berasal dari Jawa dan Madura.
Trikoro Dharmo, artinya tiga tujuan mulia, yakni sakti, budi, dan bakti. Tujuan perkumpulan ini adalah sebagai berikut:
1. mempererat tali persaudaraan antar siswa-siswi bumi putra pada sekolah menengah dan perguruan kejuruan;
2. menambah pengetahuan umum bagi para anggotanya;
3. membangkitkan dan mempertajam peranan untuk segala bahasa dan budaya.
t tujuan tersebut sebenarnya baru merupakan tujuan perantara. Adapun tujuan yang sebenarnya adalah seperti apa yang termuat dalam majalah Trikoro Dharmo yakni mencapai Jawa raya dengan jalan memperkokoh rasa persatuan antara pemuda-pemuda Jawa, Sunda, Madura, Bali, dan Lombok. Oleh karena sifatnya yang masih Jawa sentris maka para pemuda di luar Jawa (tidak berbudaya Jawa) kurang senang.
h Untuk menghindari perpecahan, pada kongresnya di Solo pada tanggal 12 Juni 1918 namanya diubah menjadi Jong Java (Pemuda Jawa). Sesuai dengan anggaran dasarnya, Jong Java ini bertujuan untuk mendidik para anggotanya supaya kelak dapat menyumbangkan tenaganya untuk membangun Jawa raya dengan jalan mempererat persatuan, menambah pengetahuan, dan rasa cinta pada budaya sendiri.Sejalan dengan munculnya Jong Java, pemuda-pemuda di daerah lain juga membentuk organisasi-organisasi, seperti Jong Sumatra Bond, Pasundan, Jong Minahasa, Jong Ambon, Jong Selebes, Jong Batak, Pemuda Kaum Betawi, Sekar Rukun, Timorees Verbond, dan lain-lain. Pada dasarnya semua organisasi itu masih bersifat kedaerahan, tetapi semuanya mempunyai cita-cita ke arah kemajuan Indonesia, khususnya memajukan budaya dan daerah masing-masing.
Ki Hajar Dewantara
|
Sekembalinya dari tanah pengasingannya di Negeri Belanda (1919), Suwardi Suryaningrat menfokuskan perjuangannya dalam bidang pendidikan. Pada tanggal 3 Juli 1922 Suwardi Suryaningrat (lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara) berhasil mendirikan perguruan Taman Siswa di Yogyakarta. Dengan berdirinya Taman Siswa, Suwardi Suryaningrat memulai gerakan baru bukan lagi dalam bidang politik melainkan bidang pendidikan, yakni mendidik angkatan muda dengan jiwa kebangsaan Indonesia berdasarkan akar budaya bangsa.
Sekembalinya dari tanah pengasingannya di Negeri Belanda (1919), Suwardi Suryaningrat menfokuskan perjuangannya dalam bidang pendidikan. Pada tanggal 3 Juli 1922 Suwardi Suryaningrat (lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara) berhasil mendirikan perguruan Taman Siswa di Yogyakarta. Dengan berdirinya Taman Siswa, Suwardi Suryaningrat memulai gerakan baru bukan lagi dalam bidang politik melainkan bidang pendidikan, yakni mendidik angkatan muda dengan jiwa kebangsaan Indonesia berdasarkan akar budaya bangsa.
prinsip taman siswa
Prinsip pengajaran inilah yang kemudian dikenal dengan pola kepemimpinan "Ing ngarsa sung tulodho, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani ". Pola kepemimpinan ini sampai sekarang masih menjadi ciri kepemimpinan nasional.
jasa Ki Hajar Dewantara
Berkat jasa dan perjuangannya yakni mencerdaskan kehidupan menuju Indonesia merdeka maka tanggal 2 Mei (hari kelahiran Ki Hajar Dewantara) ditetapkant sebagai hari Pendidikan Nasional.
Benih-benih paham Marxis dibawa masuk ke Indonesia oleh seorang Belanda yang bernama H.J.F.M. Sneevliet. Atas dasar Marxisme inilah kemudian pada tanggal 9 Mei 1914 di Semarang, Sneevliet bersama-sama dengan J.A. Brandsteder, H.W. Dekker, dan P. Bersgma berhasil mendirikan Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV). Ternyata ISDV tidak dapat berkembang sehingga Sneevliet melakukan infiltrasi (penyusupan) kader-kadernya ke dalam tubuh SI dengan menjadikan anggota-anggota ISDV sebagai anggota SI, dan sebaliknya anggota-anggota SI menjadi anggota ISDV.
Pada tanggal 23 Mei 1923 ISDV diubah menjadi Partai Komunis Hindia dan selanjutnya pada bulan Desember 1920 menjadi Partai Komunis Indonesia. (PKI). Susunan pengurus PKI , antara lain Semaun (ketua), Darsono (wakil ketua), Bersgma (sekretaris), dan Dekker (bendahara).
Pada tanggal 23 Mei 1923 ISDV diubah menjadi Partai Komunis Hindia dan selanjutnya pada bulan Desember 1920 menjadi Partai Komunis Indonesia. (PKI). Susunan pengurus PKI , antara lain Semaun (ketua), Darsono (wakil ketua), Bersgma (sekretaris), dan Dekker (bendahara).
susunan pengurus pki
Pada tanggal 23 Mei 1923 ISDV diubah menjadi Partai Komunis Hindia dan selanjutnya pada bulan Desember 1920 menjadi Partai Komunis Indonesia. (PKI). Susunan pengurus PKI , antara lain Semaun (ketua), Darsono (wakil ketua), Bersgma (sekretaris), dan Dekker (bendahara).
Algemene Studie Club di Bandung yang didirikan oleh Ir. Soekarno pada tahun 1925 telah mendorong para pemimpin lainnya untuk mendirikan partai politik, yakni Partai Nasional Indonesia ( PNI). PNI didirikan di Bandung pada tanggal 4 Juli 1927 oleh 8 pemimpin, yakni dr. Cipto Mangunkusumo, Ir. Anwari, Mr. Sartono, Mr. Iskak, Mr. Sunaryo, Mr. Budiarto, Dr. Samsi, dan Ir. Soekarno sebagai ketuanya. Kebanyakan dari mereka adalah mantan anggota Perhimpunan Indonesia di Negeri Belanda yang baru kembali ke tanah air.
p
program pni
PNI telah menetapkan program kerja sebagaimana dijelaskan dalam kongresnya yang pertama di Surabaya pada tahun 1928, seperti berikut.
1. Usaha politik, yakni memperkuat rasa kebangsaan (nasionalisme) dan kesadaran atas persatuan bangsa Indonesia, memajukan pengetahuan sejarah kebangsaan, mempererat kerja sama dengan bangsa-bangsa Asia, dan menumpas segala rintangan bagi kemerdekaan diri dan kehidupan politik.
2. Usaha ekonomi, yakni memajukan perdagangan pribumi, kerajinan, serta mendirikan bank-bank dan koperasi.
3. Usaha sosial, yaitu memajukan pengajaran yang bersifat nasional, meningkatkan derajat kaum wanita, memerangi pengangguran, memajukan transmigrasi, memajukan kesehatan rakyat, antara lain dengan mendirikan poliklinik.
c
cara pni untuk memperluas gagasan :
Untuk menyebarluaskan gagasannya, PNI melakukan propaganda-propaganda, baik lewat surat kabar, seperti Banteng Priangan di Bandung dan Persatuan Indonesia di Batavia, maupun lewat para pemimpin khususnya Ir. Soekarno sendiri. Dalam waktu singkat, PNI telah berkembang pesat sehingga menimbulkan kekhaw-tiran di pihak pemerintah Belanda. Pemerintah kemudian memberikan peringatan kepada pemimpin PNI agar menahan diri dalam ucapan, propaganda, dan tindakannya.
bubar nya pni menimbulkan pro dan kontra
pada tahun 1931 oleh pengurus besarnya PNI dibubarkan. Hal ini menimbulkan pro dan kontra.
Mereka yang pro pembubaran, mendirikan partai baru dengan nama Partai Indonesia (Partindo) di bawah pimpinan Mr. Sartono. Kelompok yang kontra, ingin tetap melestarikan nama PNI dengan mendirikan Pendidikan Nasional Indonesia (PNI-Baru) di bawah pimpinan Drs. Moh. Hatta dan Sutan Syahrir.
Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat
"Habis Gelap Terbitlah Terang"
Munculnya gerakan wanita di Indonesia, khusunya di Jawa dirintis oleh R.A. Kartini yang kemudian dikenal sebagai pelopor pergerakan wanita Indonesia. R.A. Kartini bercita-cita untuk mengangkat derajat kaum wanita Indonesia melalui pendidikan. Cita-citanya tersebut tertulis dalam surat-suratnya yang kemudian berhasil dihimpun dalam sebuah buku yang diterjemahkan dalam judul Habis Gelap Terbitlah Terang. Cita-cita R.A. Kartini ini mempunyai persamaan dengan Raden Dewi Sartika yang berjuang di Bandung.
RA Kartini
Semasa Pergerakan Nasional maka muncul gerakan wanita yang bergerak di bidang pendidikan dan sosial budaya. Organisasi-organisasi yang ada, antara lain sebagai berikut.
1. Putri Mardika di Batavia (1912) dengan tujuan membantu keuangan bagi wanita-wanita yang akan melanjutkan sekolahnya. Tokohnya, antara lain R.A. Saburudin, R.K. Rukmini, dan R.A. Sutinah Joyopranata.
2. Kartinifounds, yang didirikan oleh suami istri T.Ch. van Deventer (1912) dengan membentuk sekolah-sekolah Kartinibagi kaum wanita, seperti di Semarang, Batavia, Malang, dan Madiun.
3. Kerajinan Amal Setia, di Koto Gadang Sumatra Barat oleh Rohana Kudus (1914). Tujuannya meningkatkan derajat kaum wanita dengan cara memberi pelajaran membaca, menulis, berhitung, mengatur rumah tangga, membuat kerajinan, dan cara pemasarannya.
4. Aisyiah, merupakan organisasi wanita Muhammadiyah yang didirikan oleh Ny. Hj. Siti Walidah Ahmad Dahlan (1917). Tujuannya untuk memajukan pendidikan dan keagamaan kaum wanita.
5. Organisasi Kewanitaan lain yang berdiri cukup banyak, misalnya Pawiyatan Wanito di Magelang (1915), Wanito Susilo di Pemalang (1918), Wanito Rukun Santoso di Malang, Budi Wanito di Solo, Putri Budi Sejati di Surabaya (1919), Wanito Mulyo di Yogyakarta (1920), Wanito Utomo dan Wanito Katolik di Yogyakarta (1921), dan Wanito Taman Siswa (1922).
Organisasi wanita juga muncul di Sulawesi Selatan dengan nama Gorontalosche Mohammadaanche Vrouwenvereeniging. Di Ambon dikenal dengan nama Ina Tani yang lebih condong ke politik. Sejalan dengan berdirinya organisasi wanita, muncul juga surat kabar wanita yang bertujuan untuk menyebarluaskan gagasan dan pengetahuan kewanitaan. Surat kabar milik organisasi wanita, antara lain Putri Hindia di Bandung, Wanito Sworo di Brebes, Sunting Melayu di Bukittinggi, Esteri Utomo di Semarang, Suara Perempuan di Padang, Perempunan Bergolak di Medan, dan Putri Mardika di Batavia.
Puncak gerakan wanita, yaitu dengan diselenggarakannya Kongres Perempuan Indonesia I pada tanggal 22–25 Desember 1928 di Yogyakarta. Kongres menghasilkan bentuk perhimpunan wanita berskala nasional dan berwawasan kebangsaan, yakni Perikatan Perempuan Indonesia (PPI). Dalam Kongres Wanita II di Batavia pada tanggal 28–31 Desember 1929 PPI diubah menjadi Perikatan Perhimpunan Isteri Indonesia (PPII). Kongres Wanita I merupakan awal dari bangkitnya kesadaran nasional di kalangan wanita Indonesia sehingga tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai hari Ibu.
Peristiwa Penting Menjelang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Adapun peristiwa-peristiwa yang terjadi menjelang Proklamasi Kemerdekaan adalah:
Jepang menyerah kepada Sekutu
- Dalam Sidang Istimewa Teikoku Ginkai (Parlemen Jepang)
Pada Sidang Istimewa Teikoku Ginkai (Parlemen Jepang) ke-85 pada 7 September 1944 di Tokyo, Perdana Menteri Koiso mengumumkan bahwa daerah Hindia Timur (Indonesia) diperkenankan untuk merdeka kelak di kemudian hari. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh semakin terdesaknya Angkatan Perang Jepang oleh pasukan Amerika, terlebih dengan jatuhnya Kepulauan Saipan ke tangan Amerika Serikat.
- Pembentukan Dokuritsu Junbi Cosakai
Pada 1 Maret 1945, Letnan Jenderal Kumakici Harada mengumumkan pembentukan Dokuritsu Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha-Usaha Panitia Kemerdekaan. Tindakan ini merupakan langkah konkret pertama bagi pelaksanaan janji Koiso. Dr. Radjiman Wediodiningrat terpilih sebagai Kaico atau ketua.
- Pembentukan Dokuritsu Junbi Linkai
Pada 7 Agustus 1945, Panglima Tentara Umum Selatan Jenderal Terauchi meresmikan pembentukan Dokuritsu Junbi Linkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pada saat ini pula, Dokuritsu Junbi Cosakai dinyatakan bubar. dan Bung Karno terpilih sebagai ketua serta Bung Hatta sebagai wakil ketua.
Awan jamur bom atom di langit Hiroshima (kiri) dan Nagasaki (kanan) |
- Bom Atom di kota Nagasaki dan Hiroshima
Pada tanggal 6 Agustus 1945, tepatnya jam 08.15 pagi kota Hiroshim telah di jatuhi Bom atom oleh tentara sekutu. Lebih dari 70.000 orang penduduk kota Hiroshima telah menjadi korban bom atom tersebut. kemudian Pada tanggal 9 Agustus 1945 bom atom yang kedua kembali dijatuhkan oleh Amerika Serikat di kota Nagasaki. Dan akibat ledakan tersebut lebih dairi 75.000 orang penduduk Jepang di Nagasaki menjadi korban.
- Berita Jepang akan memberikan Kemerdekaan kepada Indonesia
Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat (Vietnam) memberikan informasi kepada tokoh pergerakan yang diundang, yaitu Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan dr. Radjiman Wediodiningrat bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Bangsa Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilakukan pada tanggal 24 Agustus 1945, Pelaksanaannya akan dilakukan oleh PPKI.
- Desakan Sutan Syahrir agar Ir. Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan
Dua hari berselang, saat Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan dr. Radjiman Wediodiningrat kembali ke tanah air dari Dalat (Vietnam), Sutan Syahrir mendesak agar Bung Karno dapat secepatnya memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, sebab Jepang telah menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang pro dan kontra terhadap Jepang.
Soekarno belum merasa yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan seandainya dilakukan proklamasi kemerdekaan saat itu, hal tersebut dapat menyebabkan pertumpahan darah yang luas, dan dapat berakibat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno kemudian memberitahu Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu merupakan hak PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Sementara itu Syahrir menganggap PPKI ialah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan “hadiah” dari Jepang
- Jepang secara resmi menyerah kepada Sekutu di kapal USS Missouri.
Setelah peristiwa jatuhnya Bom Atom di kota Nagasaki dan Hiroshima pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 yang mengakibatkan hancurnya militer jepang, Pada 14 Agustus 1945 Jepang menyerah secara resmi kepada Sekutu diatas kapal USS Missouri. Saat itu tentara jepang masih menguasai Indonesia sebab Jepang berjanji akan mengembalikan Indonesia ke tangan Sekutu.
Peristiwa Rengasdengklok
Sutan Sjahrir, Chaerul Saleh, Darwis dan Wikana mendengar kabar menyerahnya jepang kepada sekutu melalui radio BBC. Setelah mendengar berita Jepang bertekuk lutut kepada sekutu, golongan muda mendesak golongan tua untuk secepatnya memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun tokoh golongan tua seperti Soekarno dan Hatta tidak ingin terburu-buru mereka tetap menginginkan proklamasi dilaksanakan sesuai mekanisme PPKI. Alasannya kekuasaan Jepang di Indonesia belum diambil alih. hal tersebut membuat mereka khawatir akan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi.
Hasil sidang PPKI 1, 2, 3 tanggal 18-22 Agustus 1945 – PPKI atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia adalah badan khusus yang dibentuk untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Tugas tugas PPKI memang untuk melakukan persiapan kemerdekaan. Wujudnya bisa dilihat dari hasil sidang PPKI yang menghasilkan keputusan seperti mengesahkan UUD 1945 dan membentuk komite nasional.
Awalnya PPKI dibentuk sebagai pengganti dari BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang dibubarkan karena dianggap sudah menyelesaikan tugasnya. Dalam bahasa Jepang, PPKI disebut Dokuritsu Junbi Iinkai.
Umumnya tugas PPKI yang paling utama adalah mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan kemerdekaan Indonesia. Ketua PPKI adalah Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta. Terdapat total 21 anggota PPKI yang kemudian bertambah 6 anggota lagi. Di antara anggota PPKI juga meliputi Achmad Soebardjo, Otto Iskandardinata, Dr. Soepomo dan Radjiman Widyodiningrat.
Usai pembacaan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, PPKI melaksanakan sidang di hari berikutnya. Sidang PPKI dilaksanakan sebanyak 3 kali yakni :
- Sidang pertama PPKI dilaksanakan tanggal 18 Agustus 1945
- Sidang kedua PPKI dilaksanakan tanggal 19 Agustus 1945
- Sidang ketiga PPKI dilaksanakan tanggal 22 Agustus 1945
Hasil sidang PPKI selama tiga kali tersebut menghasilkan banyak keputusan penting, di antaranya adalah pengesahan undang-undang dasar 1945, pengangkatan presiden dan wakil presiden Indonesia yang pertama, pembagian wilayah Indonesia menjadi 8 provinsi serta pembentukan komite nasional Indonesia pusat.
Hasil Sidang PPKI
Sidang PPKI dilaksanakan tiga kali, yakni pada tanggal 18, 19 dan 22 Agustus 1945. Tiap sidang menghasilkan ide, gagasan dan keputusan berbeda yang dibahas, meliputi pembentukan konstitusi, struktur pemerintahan, komite nasional dan pasukan negara.
Hasil Sidang PPKI Tanggal 18 Agustus 1945
Berikut merupakan beberapa keputusan dan hasil sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 atau hasil sidang PPKI yang pertama.
1. Mengesahkan UUD 1945
Hasil sidang PPKI pertama adalah mengesahkan undang-undang dasar sebagai konstitusi negara. PPKI mengesahkan Undang-Undang Dasar (UUD 1945). Adapun rancangan batang tubuh UUD 1945 sudah dibuat oleh BPUPKI sebelumnya.
Selain itu juga dilakukan revisi Piagam Jakarta dimana kalimat ‘Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya’ diganti menjadi ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’.
2. Mengangkat Soekarno sebagai Presiden dan Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden
Hasil sidang pertama PPKI berikutnya adalah memilih dan mengangkat presiden serta wakil presiden Indonesia. Atas usulan Otto Iskandardinata secara aklamasi, Ir. Soekarno terpilih sebagai presiden Indonesia pertama didampingi oleh Drs. Mohammad Hatta sebagai wakil presidennya.
3. Membentuk Komite Nasional
Sidang PPKI juga memutuskan pembentukan sebuah komite nasional. Fungsi komite nasional ini adalah untuk sementara membantu tugas tugas Presiden sebelum dibentuknya MPR dan DPR.
Hasil Sidang PPKI Tanggal 19 Agustus 1945
Berikut merupakan beberapa keputusan dan hasil sidang PPKI pada tanggal 19 Agustus 1945 atau hasil sidang PPKI yang kedua.
1. Membentuk pemerintah daerah yang terdiri dari 8 provinsi
Hasil sidang PPKI kedua salah satunya adalah pembentukan pemerintah daerah. Indonesia dibagi menjadi 8 provinsi, dimana tiap provinsi dipimpin oleh seorang gubernur sebagai kepala daerah.
Adapun 8 provinsi yang dibentuk beserta nama gubernurnya adalah :
No | Provinsi | Nama Gubernur |
1 | Sumatra | Teuku Mohammad Hassan |
2 | Jawa Barat | Sutarjo Kartohadikusumo |
3 | Jawa Tengah | R. Panji Suroso |
4 | Jawa Timur | R. A. Suryo |
5 | Sunda Kecil | I Gusti Ketut Puja Suroso |
6 | Kalimantan | Ir. Pangeran Mohammad Nor |
7 | Sulawesi | Mr. J. Ratulangi |
8 | Maluku | Dr G. S. S. J. Latuharhary |
2. Membentuk komite nasional daerah
Setelah membagi wilayah Indonesia menjadi 8 provinsi, selanjutnya juga dibentuk komite nasional di tingkat daerah di tiap-tiap provinsi, mulai dari Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kecil, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku.
3. Membentuk 12 Kementerian dan 4 Menteri Negara
Hasil sidang kedua PPKI berikutnya adalah pembentukan 12 kementrian kabinet di tiap departemen serta 4 menteri negara non-departemen. Berikut merupakan nama-nama menteri dan departemen yang dipimpin pada kabinet Republik Indonesia yang pertama.
No | Nama Menteri | Departemen |
1 | R.A.A. Wiranata Kusumah | Departemen Dalam Negeri |
2 | Mr. Achmad Soebardjo | Departemen Luar Negeri |
3 | Prof. Dr. Mr. Soepomo | Departemen Kehakiman |
4 | Ki Hajar Dewantara | Departemen Pengajaran |
5 | Abikusno Tjokrosujoso | Departemen Pekerjaan Umum |
6 | Abikusno Tjokrosujoso | Departemen Perhubungan |
7 | A.A. Maramis | Departemen Keuangan |
8 | Ir. Surachman Tjokroadisurjo | Departemen Kemakmuran |
9 | Dr. Buntaran Martoatmojo | Departemen Kesehatan |
10 | Mr. Iwa Kusuma Sumantri | Departemen Sosial |
11 | Soeprijadi | Departemen Keamanan Rakyat |
12 | Mr. Amir Syarifudin | Departemen Penerangan |
13 | Wachid Hasjim | non-departemen |
14 | Dr. M. Amir | non-departemen |
15 | Mr. R. M. Sartono | non-departemen |
16 | R. Otto Iskandardinata | non-departemen |
4. Membentuk Tentara Rakyat Indonesia
Usai sidang PPKI kedua dilakukan rapat kecil yang menghasilkan keputusan untuk segera membentuk Tentara Rakyat Indonesia. Atas usulan Adam Malik, pembentukan pasukan tentara nasional ini berasal dari tentara Heiho dan PETA.
Selain itu anggota kepolisian dimasukkan dalam departemen dalam negeri. Keputusan ini dihasilkan dari buah pikiran Otto Iskandardinata. Kemudian Otto Iskandardinata, Abdul Kadir dan Kasman Singodimerjo ditunjuk untuk mempersiapkan pembentukan tentara kebangsaan dan kepolisian negara.
Hasil Sidang PPKI Tanggal 22 Agustus 1945
Berikut merupakan beberapa keputusan dan hasil sidang PPKI pada tanggal 22 Agustus 1945 atau hasil sidang PPKI yang ketiga.
1. Menetapkan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
Di sidang pertama telah diputuskan untuk membentuk komite nasional, namun baru di sidang ketiga Komite Nasional Indonesia Pusat atau KNIP resmi terbentuk. Sebanyak 137 anggota KNIP dilantik terdiri dari golongan muda dan masyarakat.
Pada sidang KNIP, ditunjuk Kasman Singodimerjo sebagai ketua. Sementara terdapat tiga wakil ketua, yakni M. Sutarjo sebagai wakil ketua pertama, Latuharhary sebagai wakil ketua kedua serta Adam Malik sebagai wakil ketua ketiga.
2. Membentuk Partai Nasional Indonesia (PNI)
Hasil sidang PPKI ketiga salah satunya adalah membentuk Partai Nasional Indonesia atau PNI yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Pembentukan PNI awalnya ditujukan sebagai satu-satunya partai di Indonesia. Tujuannya untuk mewujudkan negara Republik Indonesia yang berdaulat, adil, dan makmur berdasarkan kedaulatan rakyat.
Rancangan awal PNI sebagai partai tunggal di Indonesia kemudian ditolak. Pada akhir Agustus 1945, rencana ini pun dibatalkan dan sejak itu gagasan yang hanya ada satu partai di Indonesia tidak pernah dimunculkan lagi.
3. Membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR)
Hasil sidang ketiga PPKI juga menghasilkan keputusan untuk membentuk Badan Keamanan Rakyat atau BKR. Fungsi BKR adalah untuk menjaga keamanan umum bagi masing-masing daerah.
Berkaitan dengan pembentukan BKR, maka PETA, Laskar Rakyat dan Heiho resmi dibubarkan. Pembentukan tentara kebangsaan Indonesia harus dilakukan segera demi kedaulatan negara Republik Indonesia
perang mempertahankan kemerdekaan
1)pertempuran medan area
1)pertempuran medan area
Pertempuran Medan Area adalah sebuah peristiwa perlawanan rakyat terhadap Sekutu yang terjadi di Medan, Sumatra Utara.
Pada tanggal 9 Oktober 1945, dibawah pimpinan T.E.D Kelly. Pendaratan tentara sekutu (Inggris) ini diikuti oleh pasukan sekutu dan NICA yang dipersiapkan untuk mengambil alih pemerintahan. Kedatangan tentara sekutu dan NICA ternyata memancing berbagai insiden terjadi di Hotel yang terletak di Jalan Bali, Kota Medan, Sumatra Utara pada tanggal 13 Oktober 1945.
Saat itu, seorang penghuni merampas dan menginjak-injak lencana merah putih yang dipakai pemuda Indonesia. Hal ini mengundang kemarahan pemuda Indonesia. Pada tanggal 13 Oktober 1945, barisan pemuda dan TKR bertempur melawan Sekutu dan NICA dalam upaya merebut dan mengambil alih gedung-gedung pemerintahan dari tangan Jepang.
Inggris mengeluarkan ultimatum kepada bangsa Indonesia agar menyerahkan senjata kepada Sekutu. Ultimatum ini tidak pernah dihiraukan. Pada tanggal 1 Desember 1945, Sekutu memasang papan yang tertuliskan "Fixed Boundaries Medan Area" (batas resmi wilayah Medan) di berbagai pinggiran kota Medan. Tindakan Sekutu itu merupakan tantangan bagi para pemuda.
Pada tanggal 10 Desember 1945, Sekutu dan NICA melancarkan serangan besar-besaran terhadap Kota Medan. Serangan ini menimbulkan banyak korban di kedua belah pihak. Pada bulan April 1946, Sekutu berhasil menduduki Kota Medan. Untuk sementara waktu pusat perjuangan rakyat Medan kemudian dipindahkan ke Siantar, sementara itu perlawanan para laskar pemuda dipindahkan keluar Kota Medan. Perlawanan terhadap sekutu semakin sengit pada tanggal 10 Agustus 1946 di Tebing Tinggi.
Kemudian diadakanlah pertemuan di antara para Komandan pasukan yang berjuang di Medan Area dan memutuskan dibentuk nya satu komando yang bernama Komando Resimen Laskar Rakyat untuk memperkuat perlawanan di Kota Medan. Setelah pertemuan para komando itu, pada tanggal 19 Agustus 1946 di Kabanjahe telah terbentuk Barisan Pemuda Indonesia (BPI) dan berganti nama menjadi Komando Resimen Laskar Rakyat cabang Tanah Karo, dipimpin oleh Matang Sitepu sebagai ketua umum, dan dibantu oleh Tama Ginting, Payung Bangun, Selamat Ginting, Rakutta Sembiring, R.M. Pandia dari N.V Mas Persada Koran Karo-karo dan Keterangan Sebayang.
Di dalam Barisan Laskar Rakyat ini semua potensi pimpinan pemuda dengan berisan-barisan perjuangannya dirangkul dan digabung ke dalam Barisan Pemuda Indonesia termasuk bekas Gyugun atau Heiho seperti: Djamin Ginting, Nelang Sembiring, Bom Ginting. Sedangkan yang berasal dari Talapeta: Payung Bangun, Gandil Bangun, Meriam Ginting, Tampe Malem Sinulingga. Sedangkan yang berasal dari N.V. Mas Persada: Koran Karo-karo. Yang berasal dari Pusera Medan: Selamat Ginting, Rakutta Sembiring dan Tampak Sebayang. Demikian pula dari potensi-potensi pemuda lain seperti: Tama Ginting, Matang Sitepu.
Dalam proses sejarah selanjutnya, Komando Laskar Rakyat kemudian berubah menjadi BKR (Badan Keamanan Rakyat) yang merupakan tentara resmi pemerintah, di mana Djamin Ginting ditetapkan sebagai Komandan Pasukan Teras bersama-sama Nelang Sembiring dan Bom Ginting dan anggota lain seperti: Selamat Ginting, Nahud Bangun, Rimrim Ginting, Kapiten Purba, Tampak Sebayang dan lain-lain.
Pada umumnya, yang menjadi anggota BKR ini adalah para bekas anggota Gyugun atau Heiho dan berisan-barisan bentukan Jepang. Djamin Ginting merupakan bekas komandan pleton Gyugun yang ditunjuk menjadi Komandan Batalyon BKR Tanah Karo. Untuk melanjutkan perjuangan di Medan, maka pada bulan Agustus 1946 dibentuk Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area. Komando resimen ini terus mengadakan serangan terhadap Sekutu di wilayah Medan. Hampir di seluruh wilayah Sumatra terjadi perlawanan rakyat terhadap Jepang, Sekutu, dan Belanda. Pertempuran itu terjadi di daerah lain juga, antara lain di Berastagi, Padang, Bukit Tinggi dan Aceh.
2)perang ambarawa
Latar Belakang Perjanjian
Linggarjati
Waktu dan Tempat Sejarah Perjanjian Linggarjati
Tokoh Tokoh Perjanjian
Linggarjati
Isi Perjanjian Linggarjati
Dampak Perjanjian Linggarjati
1. Dampak Positif
2. Dampak Negatif
Pelanggaran Perjanjian Linggarjati
Latar Belakang Perjanjian
Renville
Tokoh dan Isi Perjanjian Renville
ndonesia-zaman-doeloe.blogspot.com
Isi Perjanjian Renville
Pasca Perjanjian Renville
Perjanjian Roem Royen
Sejarah Latar Belakang Perjanjian
Roem Royen
Isi Perjanjian Roem Royen
Dampak Perjanjian Roem Royen
Tokoh Perjanjian Roen Royen
Latar Belakang Komisi Tiga Negara
Tugas Komisi Tiga Negara
Anggota Komisi Tiga Negara
Isi Komisi Tiga Negara
Dampak dari Komisi Tiga Negara
atar Belakang Konferensi
Meja Bundar
Waktu dan Tempat Konferensi
Meja Bundar
Tujuan Konferensi Meja
Bundar
Tokoh Konferensi Meja
Bundar
Hasil dan Isi Konferensi
Meja Bundar
Dampak Konferensi Meja
Bundar
Palagan Ambarawa adalah sebuah peristiwa perlawanan rakyat terhadap Sekutu yang terjadi di Ambarawa, sebelah selatan Semarang, Jawa Tengah.
Kronologi peristiwa
Pada tanggal 20 Oktober 1945, tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Bethell mendarat di Semarang dengan maksud mengurus tawanan perang dan tentara Jepang yang berada di Jawa Tengah. Kedatangan sekutu ini diboncengi oleh NICA. Kedatangan Sekutu ini mulanya disambut baik, bahkan Gubernur Jawa Tengah Mr Wongsonegoro menyepakati akan menyediakan bahan makanan dan keperluan lain bagi kelancaran tugas Sekutu, sedang Sekutu berjanji tidak akan mengganggu kedaulatan Republik Indonesia.
Namun, ketika pasukan Sekutu dan NICA telah sampai di Ambarawa dan Magelang untuk membebaskan para tawanan tentara Belanda, para tawanan tersebut malah dipersenjatai sehingga menimbulkan kemarahan pihak Indonesia. Insiden bersenjata timbul di kota Magelang, hingga terjadi pertempuran. Di Magelang, tentara Sekutu bertindak sebagai penguasa yang mencoba melucuti Tentara Keamanan Rakyat dan membuat kekacauan. TKR Resimen Magelang pimpinan Letkol. M. Sarbini membalas tindakan tersebut dengan mengepung tentara Sekutu dari segala penjuru. Namun mereka selamat dari kehancuran berkat campur tangan Presiden Soekarno yang berhasil menenangkan suasana. Kemudian pasukan Sekutu secara diam-diam meninggalkan Kota Magelang menuju ke benteng Ambarawa. Akibat peristiwa tersebut, Resimen Kedu Tengah di bawah pimpinan Letkol. M. Sarbini segera mengadakan pengejaran terhadap mereka. Gerakan mundur tentara Sekutu tertahan di Desa Jambu karena dihadang oleh pasukan Angkatan Muda di bawah pimpinan Oni Sastrodihardjo yang diperkuat oleh pasukan gabungan dari Ambarawa, Suruh dan Surakarta.
Tentara Sekutu kembali dihadang oleh Batalyon I Soerjosoempeno di Ngipik. Pada saat pengunduran, tentara Sekutu mencoba menduduki dua desa di sekitar Ambarawa. Pasukan Indonesia di bawah pimpinan Letkol. Isdiman berusaha membebaskan kedua desa tersebut, tetapi ia gugur terlebih dahulu. Sejak gugurnya Letkol. Isdiman, Komandan Divisi V Banyumas, Kol. Soedirman merasa kehilangan seorang perwira terbaiknya dan ia langsung turun ke lapangan untuk memimpin pertempuran. Kehadiran Kol. Soedirman memberikan napas baru kepada pasukan-pasukan RI. Koordinasi diadakan di antara komando-komando sektor dan pengepungan terhadap musuh semakin ketat. Siasat yang diterapkan adalah serangan pendadakan serentak di semua sektor. Bala bantuan terus mengalir dari Yogyakarta, Solo, Salatiga, Purwokerto, Magelang, Semarang, dan lain-lain.
Tanggal 23 November 1945 ketika matahari mulai terbit, mulailah tembak-menembak dengan pasukan Sekutu yang bertahan di kompleks gereja dan kerkhop Belanda di Jl. Margo Agoeng. Pasukan Indonesia terdiri dari Yon. Imam Adrongi, Yon. Soeharto dan Yon. Soegeng. Tentara Sekutu mengerahkan tawanan-tawanan Jepang dengan diperkuat tanknya, menyusup ke tempat kedudukan Indonesia dari arah belakang, karena itu pasukan Indonesia pindah ke Bedono.
Pertempuran di Ambarawa
Pada tanggal 11 Desember 1945, Kol. Soedirman mengadakan rapat dengan para Komandan Sektor TKR dan Laskar. Pada tanggal 12 Desember 1945 jam 04.30 pagi, serangan mulai dilancarkan. Pembukaan serangan dimulai dari tembakan mitraliur terlebih dahulu, kemudian disusul oleh penembak-penembak karaben. Pertempuran berkobar di Ambarawa. Satu setengah jam kemudian, jalan raya Semarang-Ambarawa dikuasai oleh kesatuan-kesatuan TKR. Pertempuran Ambarawa berlangsung sengit. Kol. Soedirman langsung memimpin pasukannya yang menggunakan taktik gelar supit urang, atau pengepungan rangkap dari kedua sisi sehingga musuh benar-benar terkurung. Suplai dan komunikasi dengan pasukan induknya diputus sama sekali. Setelah bertempur selama 4 hari, pada tanggal 15 Desember 1945 pertempuran berakhir dan Indonesia berhasil merebut Ambarawa dan Sekutu dibuat mundur ke Semarang.
Kemenangan pertempuran ini kini diabadikan dengan didirikannya Monumen Palagan Ambarawa dan diperingatinya Hari Jadi TNI Angkatan Darat atau Hari Juang Kartika.
3)pertempuran 10 nov disurabaya
Pertempuran Surabaya merupakan pertempuran tentara dan milisi pro-kemerdekaan Indonesia dan tentara Britania Raya dan India Britania. Puncaknya terjadi pada tanggal 10 November 1945. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.[2] Usai pertempuran ini, dukungan rakyat Indonesia dan dunia internasional terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia semakin kuat. 10 November diperingati setiap tahun sebagai Hari Pahlawan di Indonesia.
Ketika pasukan Sekutu mendarat pada akhir Oktober 1945, Surabaya digambarkan sebagai "benteng bersatu yang kuat [di bawah Pemuda]".[4] Pertempuran pecah pada 30 Oktober setelah komandan pasukan Britania, Brigadir A. W. S. Mallaby tewas dalam baku tembak.[4] Britania melakukan serangan balasan punitif pada 10 November dengan bantuan pesawat tempur. Pasukan kolonial merebut sebagian besar kota dalam tiga hari, pasukan Republik yang minim senjata melawan selama tiga minggu, dan ribuan orang meninggal dunia ketika penduduk kota mengungsi ke pedesaan.
Meskipun kalah dan kehilangan anggota dan persenjataan, pertempuran yang dilancarkan pasukan Republik membangkitkan semangat bangsa Indonesia untuk memperjuangkan kemerdekaannya dan menarik perhatian internasional. Belanda tidak lagi memandang Republik sebagai kumpulan pengacau tanpa dukungan rakyat. Pertempuran ini juga meyakinkan Britania untuk mengambil sikap netral dalam revolusi nasional Indonesia; beberapa tahun kemudian, Britania mendukung perjuangan Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa.
4)peristiwa merah putih di manado
Peristiwa Merah Putih pada 16 Februari 1946
Pahlawan Nasional asal Sulawesi Utara; GSSJ Ratulangi, Arie Frederik Lasut, Jahja Daniel Dharma, Maria Walanda Maramis, Pierre Tendean,
Robert Wolter Monginsidi, Alex Mendur Frans Mendur, Bernard Wilhelm Lapian
Peristiwa Merah Putih pada 14 Februari 1946
Dalam Peristiwa Merah Putih di Manado, para pemuda yang tergabung dalam pasukan KNIL kompi VII di bawah pimpinan Ch. Ch. Taulu bersama dengan rakyat melakukan perebutan kekuasaan di Manado, Tomohon, dan Minahasa pada tanggal 14 Februari 1946. Sekitar 600 orang pasukan dan pejabat Belanda berhasil ditawan. Pada tanggal 16 Februari 1946, dike-luarkan selebaran yang menyatakan bahwa kekuasaan di seluruh Manado telah berada di tangan bangsa Indonesia.
Untuk memperkuat kedudukan Republik Indonesia, para pemimpin dan pemuda menyusun pasukan keamanan dengan nama Pasukan Pemuda Indonesia yang dipimpin oleh Mayor Wuisan. Bendera Merah Putih dikibarkan di seluruh pelosok Minahasa hampir selama satu bulan, yaitu sejak tanggal 14 Februari 1946. Di pihak lain, Dr. Sam Ratulangi diangkat sebagai Gubemur Sulawesi dan mempunyai tugas untuk memperjuangkan keamanan dan kedaulatan rakyat Sulawesi.
Ia memerintahkan pembentukan Badan Perjuangan Pusat Keselamatan Rakyat. Dr. Sam Ratulangi membuat petisi yang ditandatangani oleh 540 pemuka masyarakat Sulawesi. Dalam petisi itu dinyatakan bahwa seluruh rakyat Sulawesi tidak dapat dipisahkan dari Republik Indonesia. Dengan adanya petisi tersebut, pada tahun 1946 Sam Ratulangi ditangkap dan dibuang ke Serui (Irian Barat). Peristiwa ini hingga saat ini dikenang dalam sejarang bangsa Indonesia peristiwa merah putih di Manado.
Rencana Aksi
Pemuda Sulawesi Utara membentuk Barisan Pemuda Nasional Indonesia (BPNI) sementara NICA-Belanda di bawah perlindungan Sekutu menduduki kembali Indonesia Timur, khususnya Sulawesi Utara, dan segera berusaha memulihkan kekuasaannya dari masa Hindia-Belanda tetapi terlibat clash dengan pasukan pemuda BPNI.
NICA telah membentuk kembali LOI (organisasi pusat ketentaraan) sebesar 8 kompi yang terdiri dari tentara KNIL bekas pasukan Sekutu dengan menerima juga bekas Heiho-Jepang dan pensiunan militer (reserve corps).
Sesuai misi dari Ratulangi pasukan NICA ini harus disusupi oleh para pemuda pejuang militer untuk kemudian dibantu oleh pemuda (BPNI) mewujudkan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Hal ini terlaksana sehingga di asrama militer di Teling-Manado dibentuk suatu organisasi gelap yang sangat rahasia oleh Freddy Lumanauw dan Wangko Sumanti yang dinamakan mereka: ‘’Pasukan Tubruk’’.
Akhir Desember 1945, seluruh pasukan Sekutu (Australia) meninggalkan Manado dan tugas Sekutu diserahkan kepada NICA-KNIL di bawah pimpinan Tentara Inggris yang berpusat di Makassar. BPNI melihat kesempatan ini dan pemimpinnya, John Rahasia dan Wim Pangalila, merancangkan suatu pemberontakan pemuda yang akan dibantu oleh Freddy Lumanauw dari Pasukan Tubruk di Teling.
Bagian NEFIS-Belanda mulai mencurigai Lumanauw dan Pakasi yang kedapatan telah disusupkan oleh Dr Ratulangi dari Jakarta ke dalam KNIL. Mereka berdua dimasukkan dalam penjara di Manado oleh oditur militer Schravendijk dan akan diproses untuk diadili.
Rencana John Rahasia dan Wim Pangalila untuk merebut kekuasaan pada upacara NICA 10 Januari, juga diketahui NEFIS dan semua tokoh pemuda BPNI di Manado dan Tondano telah ditangkap pada hari sebelumnya. Dua minggu kemudian mereka dilepaskan karena belum ada bukti hukum untuk dapat dituntut di mahkamah militer.
Pada 28 Januari 1946, Freddy Lumanauw dan Mantik Pakasi dipanggil Komandan Garnisun, Kapten Blom, dan langsung dibawa ke penjara karena ada laporan bahwa mereka sedang mengatur komplot untuk menggulingkan kekuasaan KNIL di tangan Belanda. Pada 31 Januari Lumanauw dan Mantik dibawa di bawah pengawalan MP ke Tomohon dan langsung diperiksa oleh Oditur Militer Mr OE Schravendijck. Pada hari itu mereka dikembalikan ke penjara Manado karena mereka tidak bersedia mengungkapkan sebab dan latarbelakang sehingga mereka mulai berkomplot. Selama dalam tahanan ini mereka diberitahu oleh Frans Korah tentang perkembangan rencana persiapan kup yang diatur oleh Taulu, Wuisan dan Sumanti.
Pada 6 Februari 1946 mereka kembali diperiksa di Tomohon, dimana kepada mereka dinyatakan oleh Oditur Militer bahwa sudah diperoleh bukti yang jelas menunjukkan, bahwa mereka pada 1944 telah dikirim ke Sulut dengan tugas khusus dari Dr Ratulangi yang kini berada di Makassar untuk melaksanakan revolusi kemerdekaan Indonesia. Lumanauw yakin bahwa mata-mata Belanda telah mengikuti pembicaraan dalam perundingan-perundingan rahasia dari pasukan Tubruk dan Schravendijck telah mengadakan pengecekan dengan atasannya di Jakarta. Proses pengusutan ini akan membawa mereka ke sidang mahkamah militer, namun mereka tidak bersedia menuturkan mission yang diberikan oleh Ratulangi pada waktu mereka diberangkatkan dari Jakarta itu.
NICA menjadi gelisah karena setelah gerakan-gerakan pemuda berhasil ditekannya, malah tumbuh dan aparatnya sendiri, yakni KNIL. Kemudian pribadi-pribadi Taulu dan Wuisan semakin besar mendapat perhatian dan sorotan dari pimpinan KNIL.
Opsir-opsir Belanda telah beberapa kali mengadakan pertemuan antara mereka sendiri, yakni Blom, Verwaayen, De Leeuw, Molenburgh, Brouwers dan lain-lain untuk menemukan jalan, cara bagaimana mereka dapat menumpas gerakan-gerakan bawah tanah dalam tubuh KNIL, supaya tidak menjalar ke seluruh jajaran KNIL. Mereka semakin bingung, karena setelah penangkapan pemuda-pemuda pada 9 Januari lalu dan kemudian pada 28 Januari Lumanauw dan Pakasi diamankan di penjara, sebenarnya sudah tidak ada lagi anasir-anasir Republik yang mereka harus takuti.
Pada 9 Februari pimpinan KNIL mengambil tindakan pengamanan di kompleks tentara Teling dengan menangkap anggota komplotan Wangko Sumanti, Frans Lantu, Yan Sambuaga dan Wim Tamburian. Mereka ini dikunci dalam sel Tangsi Putih. Bukti kegiatan mereka, termasuk menghubungi pemuda-pemuda ekstremis dan pejabat-pejabat tertentu yang dicurigai, sudah cukup jelas bagi NICA setelah dicek dengan laporan-laporan yang masuk.
Namun, keadaan menjadi makin tegang. Pada 13 Februari, jam 9 pagi, Furir Taulu dipanggil komandan Kapten Blom dan setelah senjatanya dilucuti oleh sersan-mayor Brouwers, maka ia dimasukkan dalam sel tahanan. Tidak berapa lama Sersan Bisman dipanggil oleh Kapten Blom, tetapi ia tidak ditahan, mungkin karena ia memiliki tanda jasa dari Tentara Sekutu. Bisman dalam Perang Dunia ke-2 mendapat latihan intelejen di Australia dan sering turut dalam kapal selam Sekutu untuk dilepaskan di perairan daerah musuh untuk mencari tahu kekuatan tentara Jepang, seperti yang dilakukannya di Tarakan dan di Manado pada 1944.
Selanjutnya Komandan Kompi VII, Carlier, dipanggil oleh Komandan Korps, Kapten Blom, yang menanyakan kepadanya bagaimana dengan keadaan Kompi VII. Dijawab oleh Letnan Carlier bahwa Kompi VII dapat mengamankan seluruh Sulut, karena prajurit-prajuritnya banyak berpengalaman dalam perang yang baru lampau, lagipula kompi ini adalah pemberani, namun patuh dan setia pada atasannya.
Di penjara Manado para tahanan nasionalis pada tengah malam itu dengan hati berdebar-debar menunggu saat dimulaikan aksi di Teling. Karena mereka juga telah diberitahu tentang saat dan awal aksi ini sebelumnya melalui titipan surat yang disembunyikan dalam makanan. Mereka amat cemas dan hampir saja putus asa ketika mendengar bahwa unsur-unsur pimpinan pemberontakan sudah tertangkap.
Ketegangan memuncak ketika pintu besi dari penjara berbunyi gemerincing: Apakah aksi telah gagal dan Belanda akan memperkeras tindakan-tindakan penekanan? Demikianlah Lumanauw dan Pakasi bertanya-tanya. Melalui trali-trali sel tampaklah pada mereka bukanlah Polisi Militer (PM) yang muncul melainkan kawan-kawan Frans Lantu dan Yus Kotambunan. Mereka memasuki halaman penjara dengan menyandang beberapa perlengkapan senjata serta didampingi oleh sipir yang membawa kunci-kunci. Semuanya lalu bersorak-sorak gembira. Lumanauw dan Pakasi diberikan masing-masing senapan dan pistol, karena mereka harus melanjutkan tugas untuk menyelesaikan aksi kup itu yang tengah berjalan dan masih berbentuk tanda tanya.
Kiri: Kolonel Evert Langkay & Letkol Jan RapparTengah: Letkol Adolf G. Lembong Kanan: Letkol A.G. Lembong & Letkol. Joop Warouw
Kaum nasionalis yang selama ini meringkuk dalam tahanan semuanya dibebaskan. Tampak di antara mereka tokoh-tokoh perintis nasional seperti GE Dauhan, A Manoppo, OH Pantouw, Max Tumbel, Dr Sabu, FH Kumontoy, CP Harmanses, HC Mantiri, NP Somba dan juga pemimpin-pemimpin pemuda BPNI, John Rahasia dan Mat Canon.
Komandan Garnisun Manado, Kapten Blom, yang berdiam di Sario dibangunkan oleh ajudannya dengan kata-kata: ‘’Kapten diminta datang segera ke Teling karena keadaan agak berbahaya. Letnan Verwaayen mendesak agar segera datang!’’ Juga ditegaskan oleh ajudannya, bahwa para pengawal sudah siap menunggu di luar dengan sebuah jeep, bahwa perjalanan aman dan penjagaan cukup kuat.
Pada subuh hari semua tentara Belanda dimasukkan dalam tahanan di Teling dan selebihnya dibawa ke penjara untuk menggantikan para tahanan nasionalis yang telah dibebaskan.
Pada jam 03.00 di markas tentara di bukit Teling, sewaktu aksi penangkapan sedang berjalan, maka Wangko Sumanti yang memberikan perintah, mengambil bendera Belanda (merah-putih-biru) yang disimpan di rumah jaga, merobek helai birunya dan menyerahkan bagian dwi-warna kepada Mambi Runtukahu yang sudah siap sebagai inspektur upacara menunggu dekat tiang bendera. Secara hikmat bendera Merah Putih digerek oleh Kotambunan dan Sitam untuk kemudian berkibar pada saat fajar menyingsing di bumi Sulut.
Ternyata pasukan-pasukan KNIL yang ada di Tomohon dan Girian masih dikuasai oleh perwira-perwira Belanda dan perlu mendapat penyelesaian dari Manado. Perintah dan persiapan dilakukan oleh Wangko Sumanti untuk meneruskan aksi kup ini di Tomohon dan Girian.
Segera Frans Bisman dan Freddy Lumanauw ditugaskan dengan dua peleton siap tempur untuk menuju Tomohon. Pada jam 04.30 14 Februari mereka berangkat dengan empat kendaraan, yaitu 2 jeep dan 2 truck/power. Jeep depan berbendera Merah-Putih dikendarai oleh Frans Bisman dengan beberapa pengawal penembak bren, menyusul jeep kedua dengan perlengkapan dan pengawalan yang sama; yang ditempati oleh Freddy Lumanauw. Di luar Kota Manado konvoi ini sedikit mengalami hambatan karena jeep terdepan terjerumus dalam selokan, sehingga agak memakan waktu untuk menariknya, namun tak ada kerusakan apa-apa.
Gelaerts, demikian nama sersan Belanda itu, berada di Manado waktu terjadi kup tengah malam dan ia langsung mengendarai motornya ke Tomohon untuk memberitahukan kejadian ini kepada Komandan De Vries setelah hubungan telepon terputus. Sewaktu mau kembali ke Manado pagi itu dan berada di pompa bensin untuk mengisi minyak ia berpapasan dengan pasukan penyerbu dari Bisman.
Komandan Polisi Samsuri yang menjadi penghubung antara Pasukan Bisman dan Komandan KNIL De Vries, membawa ultimatum dari Bisman agar De Vries dengan seluruh pasukan-pasukannya di Tomohon ialah Kompi-142 dan satu kompi stafnya menyerahkan diri. Dengan dua tangannya diangkat ke atas, Samsuri menempuh jarak duaratus meter lebih menuju ke Markas De Vries, di mana komandan ini sudah siap dengan stellingnya.
Samsuri menjelaskan kepada De Vries bahwa pasukan dari Manado telah tiba di persimpangan jalan di depan kantor polisi Tomohon dan meminta Overste De Vries bersama pasukannya di Tomohon menyerahkan diri.
Samsuri kembali untuk menyampaikan jawaban ini dan untuk kedua kalinya Bisman memerintahkan Samsuri untuk memberitahukan De Vries bahwa pasukan dari Manado akan segera mengadakan serangan. Mendengar akan ultimatum terakhir ini maka De Vries memutuskan dan menyampaikan kepada Samsuri bahwa ia akan menyerahkan diri bersama pasukan-pasukan di Tomohon, termasuk para penguasa sipil NICA kepada pasukan Bisman.
Upacara penyerahan berlangsung dengan pelbagai campuran perasaan bagi kedua pihak masing-masing. Komandan KNIL itu terharu dan bercucuran air mata ketika bendera merah-putih-biru disobek helai birunya dan dwi-warna Merah-Putih dinaikkan pada tiangnya. Atas permintaan Bisman maka De Vries menuju ke kendaraan yang tersedia dan bersama-sama mereka menuju ke kantor polisi untuk meneruskan perjalanan ke Manado.
Residen Coomans de Ruyter, Komandan NICA, diambil dari tempat kediamannya di rumah sakit RK Gunung Maria, begitu anggota-anggota Staf NICA lainnya yang berada di Kaaten-Tomohon dikumpulkan di kantor polisi dan dengan sebuah truk mereka langsung dibawa ke tempat penampungan di Manado.
Pemimpin perjuangan selanjutnya mengeluarkan Maklumat Nomor 2 berisi : “Dimaklumkan bahwa pada tanggal 16 Februari sudah diadakan rapat umum di gedung Minahasa Raad (DPR) yang dipimpin pucuk pimpinan Ketentaraan Indonesia di Sulawesi Utara dihadiri oleh Kepala-Kepala Distrik dan onderdistrik di Minahasa, Raja dari Bolaang Mongondow, Kepala daerah Gorontalo, Pemimpin-pemimpin dan Pemuka-Pemuka Indonesia”. Rapat ini telah menetapkan BW Lapian menjadi Kepala Pemerintahan Sipil Sulawesi Utara. Maklumat itu ditandatangani Letkol Ch Taulu, SD Wuisan, J Kaseger, AF Nelwan dan F Bisman.
Untuk melaksanakan pemerintahan sipil, BW Lapan dibantu oleh DA Th Gerungan (keprintahan), AIA Ratulangi (keuangan), Drh Ratulangi (perekonomian), Dr Ch Singal (kesehatan), E Katoppo (PPK), Hidayat (kehakiman), SD Wuisan (kepolisian), Wolter Saerang (penerangan), Max Tumbel (pelabuhan/pelayaran.
Suatu pasukan kecil di bawah pimpinan Freddy Lumanauw masih harus meneruskan tugas operasi ke pedalaman Minahasa. Pengemudinya Oscar Pandeiroth menggantikan Alo Porayouw yang telah gugur sebagai seorang pahlawan kemerdekaan dan menjadi pahlawan 14 Februari 1946 yang pertama.
Suatu peristiwa yang menegangkan yang diceritakan Freddy Lumanauw kemudian, ialah ketika dalam persiapan untuk menyerbu markas De Vries, kedapatan olehnya bahwa peluru-peluru yang dibawa pasukan tidak cocok dengan senjata Lee Enfield, karena buatan Jepang. Wangko Sumanti di Teling Manado segera dihubungi melalui telepon dan ternyata memang ada kekeliruan dan diakui Sumanti sebagai keteledoran akibat kesibukan pada waktu pasukan disiapkan di malam buta untuk dikirim ke Tomohon. Seandainya ada terjadi penyerbuan dan pertempuran maka senapan-senapan yang dibawa akan tidak berdaya dan tidak ada gunanya.
Pengamanan di kota-kota kecamatan di Minahasa disertai dengan penurunan bendera Belanda dan diganti dengan penaikan bendera Merah-Putih, berlangsung di instansi-instansi pemerintah dan polisi setempat di bawah pimpinan Freddy Lumanauw. Berturut-turut di Tondano, Remboken, Kakas, Langowan dan Kawangkoan, selesai upacara bendera dilakukan penertiban seperlunya di kalangan pamong-praja dengan mendapat bantuan penuh dari pasukan-pasukan pemuda.
Pada subuh 14 Februari 1945, juga suatu pasukan dari Manado di bawah pimpinan Maurits Rotinsulu yang ditugaskan ke Girian untuk menguasai kamp tawanan Jepang, berhasil menangkap anggota-anggota tentara Belanda di asrama Girian dengan bantuan Samel Kumaunang dan Hans Lengkoan, namun komandan kampemen tawanan yang bermarkas di Wangurer, Letnan Van Emden, bertahan dan tetap menguasai seluruh kamp tawanan itu. Perwira ini tidak mengakui penyerahan pimpinan KNIL kepada pihak pemberontak, sedangkan ia adalah komandan dari Sekutu. Malah ia sempat menahan seorang anggota pasukan Rotinsulu yang bernama Makalew.
Setelah kegagalan ini dilaporkan kepada Taulu, maka Taulu bersama Sumanti pergi ke Sario untuk meminta perintah tertulis dari Kapten Blom buat Van Emden, agar ia segera menyerahkan diri kepada pasukan Sumanti yang akan dikirim ke Girian.
Bert Sigarlaki yang adalah ordonans tetap untuk Van Emden diterima untuk masuk ke dalam kampemen dan menemui Van Emden. Setelah surat dari Blom dibacanya, maka surat itu diludahinya dengan melemparkan kata-kata kotor kepada alamat Blom seraya menyentak bahwa semua mereka sebangsa di Manado adalah pengecut dan bukan militer.
Kumaunang dan Lengkoan yang menguasai asrama tentara di Girian memikirkan suatu siasat lain untuk menangkap Van Emden, yaitu menunggu saatnya mereka berdua memegang pos di kamp tawanan di lokasi Wangurer.
Begitulah pada 17 Februari 1946 pada jam 06.00 pagi kedua pejuang ini masuk dalam kelompok jaga, seluruhnya terdiri dari 8 orang. Mereka ini sepakat untuk menunjuk Samel Kumaunang yang akan menangkap Van Emden, mengingat tubuhnya yang besar dan kekar akan dapat menguasai perwira Belanda itu, bila terpaksa harus adu kekuatan.
Tidak lama kemudian muncul komandan itu dengan jeepnya, lengkap dengan senjata dua pistos pada masing-masing pinggangnya dan satu stegun yang disandang. Waktu ia turun dari kendaraannya menuju ke pos, Kumauang berseru: ‘‘Komandan, Green bizonderheden!’’ (tidak kurang apa-apa dalam penjagaan), namun disambungnya lagi: ‘’Letnan, kenapa kami tidak dapat jatah rokok dari Manado, apakah saya boleh merokok?’’ ‘’Oh, tentu saja’’, jawab Van Emden, dan tangannya sibuk memeriksa dan mengeluarkan sebungkus rokok dari sakunya. Ketika ia menyampaikan sebatang rokok sambil menyiapkan apinya kepada Kumaunang, maka secepat kilat tangan letnan yang diulurkan itu ditarik dengan sekuat-kuatnya, badannya condong jatuh ke depan dan setelah tangannya itu diputar, stegun jatuh ke tanah dan kedua pistolnya dapat dilucut oleh Kumaunang. Pada saat itu kawan-kawan lain menyergap perwira itu, mengikat kedua tangan kakinya dan menyeretnya ke dalam jeep. Ia dibiarkan dalam keadaan terikat dan di bawah pengawasan, sampai seluruh kampemen tawanan dan penjagaan telah ditertibkan dan dapat berjalan normal kembali, kini di bawah kekuasaan Tentara Nasional Indonesia.
Para anggota tentara Belanda lainnya sudah lebih dahulu diangkut secara terpisah dari komandan kampemen dengan adanya berita: ‘’Perintah dari korps komandan supaya para perwira dan perwira bawahan harus segera berkumpul di Manado tanpa membawa senjata’’.
Kemudian rombongan yang dipimpin oleh Kumaunang mengantar Van Emden ke Manado, disusuli rombongan dari Sumanti yang ditugaskan oleh Taulu dengan maksud yang sama.
Di sepanjang jalan rakyat menyambut kemenangan ini dengan sorak-sorakan ‘’Hidup Merah Putih’’. Dalam kup selama beberapa hari ini semua warga Belanda dari KNIL maupun dari NICA berhasil ditawan. Seorang pengusaha perkebunan Belanda, Van Loon, yang coba melarikan diri dengan perahu kecil ke Ternate, terpaksa harus kembali di pantai Likupang dan ia langsung menyerahkan diri.
Menyusul kemenangan itu, pemimpin perjuangan Ch Taulu kemudian pada tanggal 15 Februari 1946 mengeluarkan Maklumat Nomor 1 yang berisi:
- Kemarin malam jam 01.00 tanggal 14 Februari 1946, oleh pejuang-pejuang KNIL dibantu para pemuda telah merebut kekuasaan dari pemerintahan Belanda (NICA) Sulawesi Utara dalam rangka mempertahankan Kemerdekaan RI yang diproklamirkan Ir Soekarno dan Mohammad Hatta;
- Rakyat Diminta membantu sepenuhnya perjuangan itu;
- Kepada pejuang untuk mengambil alih pemerintahan Belanda;
- Keamanan di seluruh Sulut dijamin Tentara RI Sulawesi Utara;
- Kantor-kantor pemerintaha harus bekerja seperti biasa;
- Kegiatan ekonomi harus tetap jalan seperti biasa (pasar-pasar, toko-toko, sekolah-sekolah). Bila ada pasar atau toko tidak buka akan disita;
- Barangsiapa yang berani melakukan pengacauan berupa penganiayaaan, penculikan, perampokan, pembunuhan dan sebagai akan segera dihukum mati di muka umum.
Padahal Peristiwa Merah Putih 14 Februari 1946 sama dengan perjuangan yang dilakukan di seluruh Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang telah diproklamirkan oleh Ir Soekarno dan Drs Mohammad Hatta pada 17 Agustus 1945.
Karena itu Soekarno menilai peristiwa ini sangat besar arti. Tak heran ketika memperingati Peristiwa Merah Putih 14 Februari 1946 yang dilaksanakan di istana negara pada 10 Maret 1965, Presiden Soekarno bahkan memaklumkan peristiwa ini sebagai Hari Sulawesi Utara.
Sebab peristiwa ini telah menghebohkan dunia, karena telah disiarkan radio-radio Australia, San Franscisco dan BBC London. Bahkan Harian Merdeka di Jakarta menulis berita tentang ‘’Pemberontakan Besar di Minahasa’’. Peristiwa ini juga menjadi pukulan bagi tentara Sekutu (AS-Inggris-Belanda), karena berdampak pada 8.000 tawanan tentara Jepang di Girian yang harus dideportasikan ke Jepang.
Tak heran jika Peristiwa Merah Putih ini menjadi perhatian khusus Sekutu yang bermarkas di Makassar dengan mengirimkan Letkol Purcell yang didampingi pimpinan NICA-Belanda dan Panglima KNIL Kol Giebel untuk berunding dengan BW Lapian yang ditetapkan sebagai Kepala Pemerintahan Sipil dan Letkol Ch Ch Taulu yang menjadi Komandan Militer yang membawahi Tentara Republik Indonesia Sulawesi Utara (TRISU) di atas Kapal El Libertador.
Tapi karena tidak terjadi kata sepakat, sebab permintaan Sekutu agar BW Lapian dan Ch Taulu mengembalikan kekuasaan kepada NICA ditolak. Akhirnya pada 24 Februari 1946 di Teling-Manado Kolonel Purcell menyatakan tentara Sekutu berperang dengan kekuasaan Sulawesi Utara (Lapian-Taulu). Karena semua daerah telah diblokade, dan sejumlah tentara KNIL asal Sulut berbalik memihak Belanda akhirnya pada 11 Maret 1946 Pemerintahan Sulawesi Utara (Lapian-Taulu) menyerah kepada Sekutu.
Setidaknya, peristiwa Merah Putih 14 Februari 1946 telah mampu membuktikan bahwa Sulut tetap berada dalam Negara Indonesia, sekaligus mematahkan propaganda Belanda yang menyatakan Proklamasi kemerdekaan hanya untuk Jawa dan Sumatera, karena memang Belanda menguasai Indonesia Timur. Karena itu sudah seharusnya nilai-nilai kejuangan peristiwa ini harus terus ditanamkan kepada generasi muda, sekaligus menjadi pemicu semangat bahwa Sulut bagian dari Republik Indonesia.
Sejarah Terbentuknya KNIL Oleh Belanda
KNIL adalah singkatan dari bahasa Belanda (het Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger), atau secara harafiah, Tentara Kerajaan Hindia-Belanda. Meskipun KNIL melayani pemerintahan Hindia-Belanda, banyak di antara anggota-anggotanya adalah penduduk bumiputra di Hindia-Belanda dan orang-orang Indo-Belanda, bukan orang-orang Belanda. Di antara mereka yang pernah menjadi anggota KNIL pada saat menjelang kemerdekaan adalah Mangkunegara VII, Sultan Hamid II, Oerip Soemohardjo, E. Kawilarang, A.H. Nasution, Gatot Soebroto dan T.B. Simatupang yang kelak memegang peranan penting dalam pengembangan dan kepemimpinan di dalam angkatan bersenjata Indonesia.
Kawilarang and Slamet Rijadi discussing strategy in Ambon
Ketika berlangsung Perang Diponegoro, pada tahun 1826-1827 pemerintah Hindia Belanda membentuk satu pasukan khusus. Setelah Perang Diponegoro usai, pada 4 Desember 1830 Gubernur Jenderal van den Bosch mengeluarkan keputusan yang dinamakan “Algemeene Orders voor het Nederlandsch-Oost-Indische leger” di mana ditetapkan pembentukan suatu organisasi ketentaraan yang baru untuk Hindia-Belanda, yaitu Oost-Indische Leger (Tentara India Timur) dan pada tahun 1836, atas saran dari Raja Willem I, tentara ini mendapat predikat “Koninklijk”.
Namun dalam penggunaan sehari-hari, kata ini tidak pernah digunakan selama sekitar satu abad, dan baru tahun 1933, ketika Hendrik Colijn yang juga pernah bertugas sebagai perwira di Oost-Indische Leger menjadi Perdana Menteri, secara resmi tentara di India-Belanda dinamakan Koninklijk Nederlands-Indisch Leger, disingkat KNIL.
Panglima Ventje Sumual menghadap Presiden Soekarno saat menghadapnya di Jakarta bulan Maret 1957 untuk melaporkan peristiwa darurat perang Permesta di Indonesia Timur.
Undang-Undang Belanda tidak mengizinkan para wajib militer untuk ditempatkan di wilayah jajahan, sehingga tentara di Hindia Belanda hanya terdiri dari prajurit bayaran atau sewaan. Kebanyakan mereka berasal dari Perancis, Jerman, Belgia dan Swiss. Tidak sedikit dari mereka yang adalah desertir dari pasukan-pasukannya untuk menghindari hukuman. Namun juga tentara Belanda yang melanggar peraturan di Belanda diberikan pilihan, menjalani hukuman penjara atau bertugas di Hindia Belanda. Mereka mendapat gaji bulanan yang besar. Tahun 1870 misalnya, seorang serdadu menerima f 300,-, atau setara dengan penghasilan seorang buruh selama satu tahun
Letkol. Ventje Sumual (paling kiri) & Mayor D.J. Somba (ke-2 dari kiri), Letkol. Soeharto dalam Musyawarah Nasional (Munas) RI di Jakarta untuk mengatasi Pergolakan Daerah2.
Dari catatan tahun 1830, terlihat perbandingan jumlah perwira, bintara serta prajurit antara bangsa Eropa dan pribumi dalam dinas ketentaraan Belanda. Di tingkat perwira, jumlah pribumi hanya sekitar 5% dari seluruh perwira; sedangkan di tingkat bintara dan prajurit, jumlah orang pribumi lebih banyak daripada jumlah bintara dan prajurit orang Eropa, yaitu sekitar 60%. Kekuatan tentara Belanda tahun 1830, setelah selesai Perang Diponegoro adalah 603 perwira bangsa Eropa, 37 perwira pribumi, 5.699 bintara dan prajurit bangsa Eropa, 7.206 bintara dan prajurit pribumi.
Tahun 1936, jumlah pribumi yang menjadi serdadu KNIL mencapai 33 ribu orang, atau sekitar 71% dari keseluruhan tentara KNIL, di antaranya terdapat sekitar 4.000 orang Ambon, 5.000 orang Manado dan 13.000 orang Jawa.
dikumpulkan oleh Gandatmadi
5)pertempuran bandung lautan api
Peristiwa Merah Putih pada 16 Februari 1946
Pahlawan Nasional asal Sulawesi Utara; GSSJ Ratulangi, Arie Frederik Lasut, Jahja Daniel Dharma, Maria Walanda Maramis, Pierre Tendean,
Robert Wolter Monginsidi, Alex Mendur Frans Mendur, Bernard Wilhelm Lapian
Peristiwa Merah Putih pada 14 Februari 1946
Dalam Peristiwa Merah Putih di Manado, para pemuda yang tergabung dalam pasukan KNIL kompi VII di bawah pimpinan Ch. Ch. Taulu bersama dengan rakyat melakukan perebutan kekuasaan di Manado, Tomohon, dan Minahasa pada tanggal 14 Februari 1946. Sekitar 600 orang pasukan dan pejabat Belanda berhasil ditawan. Pada tanggal 16 Februari 1946, dike-luarkan selebaran yang menyatakan bahwa kekuasaan di seluruh Manado telah berada di tangan bangsa Indonesia.
Untuk memperkuat kedudukan Republik Indonesia, para pemimpin dan pemuda menyusun pasukan keamanan dengan nama Pasukan Pemuda Indonesia yang dipimpin oleh Mayor Wuisan. Bendera Merah Putih dikibarkan di seluruh pelosok Minahasa hampir selama satu bulan, yaitu sejak tanggal 14 Februari 1946. Di pihak lain, Dr. Sam Ratulangi diangkat sebagai Gubemur Sulawesi dan mempunyai tugas untuk memperjuangkan keamanan dan kedaulatan rakyat Sulawesi.
Ia memerintahkan pembentukan Badan Perjuangan Pusat Keselamatan Rakyat. Dr. Sam Ratulangi membuat petisi yang ditandatangani oleh 540 pemuka masyarakat Sulawesi. Dalam petisi itu dinyatakan bahwa seluruh rakyat Sulawesi tidak dapat dipisahkan dari Republik Indonesia. Dengan adanya petisi tersebut, pada tahun 1946 Sam Ratulangi ditangkap dan dibuang ke Serui (Irian Barat). Peristiwa ini hingga saat ini dikenang dalam sejarang bangsa Indonesia peristiwa merah putih di Manado.
Rencana Aksi
Pemuda Sulawesi Utara membentuk Barisan Pemuda Nasional Indonesia (BPNI) sementara NICA-Belanda di bawah perlindungan Sekutu menduduki kembali Indonesia Timur, khususnya Sulawesi Utara, dan segera berusaha memulihkan kekuasaannya dari masa Hindia-Belanda tetapi terlibat clash dengan pasukan pemuda BPNI.
NICA telah membentuk kembali LOI (organisasi pusat ketentaraan) sebesar 8 kompi yang terdiri dari tentara KNIL bekas pasukan Sekutu dengan menerima juga bekas Heiho-Jepang dan pensiunan militer (reserve corps).
Sesuai misi dari Ratulangi pasukan NICA ini harus disusupi oleh para pemuda pejuang militer untuk kemudian dibantu oleh pemuda (BPNI) mewujudkan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Hal ini terlaksana sehingga di asrama militer di Teling-Manado dibentuk suatu organisasi gelap yang sangat rahasia oleh Freddy Lumanauw dan Wangko Sumanti yang dinamakan mereka: ‘’Pasukan Tubruk’’.
Akhir Desember 1945, seluruh pasukan Sekutu (Australia) meninggalkan Manado dan tugas Sekutu diserahkan kepada NICA-KNIL di bawah pimpinan Tentara Inggris yang berpusat di Makassar. BPNI melihat kesempatan ini dan pemimpinnya, John Rahasia dan Wim Pangalila, merancangkan suatu pemberontakan pemuda yang akan dibantu oleh Freddy Lumanauw dari Pasukan Tubruk di Teling.
Bagian NEFIS-Belanda mulai mencurigai Lumanauw dan Pakasi yang kedapatan telah disusupkan oleh Dr Ratulangi dari Jakarta ke dalam KNIL. Mereka berdua dimasukkan dalam penjara di Manado oleh oditur militer Schravendijk dan akan diproses untuk diadili.
Rencana John Rahasia dan Wim Pangalila untuk merebut kekuasaan pada upacara NICA 10 Januari, juga diketahui NEFIS dan semua tokoh pemuda BPNI di Manado dan Tondano telah ditangkap pada hari sebelumnya. Dua minggu kemudian mereka dilepaskan karena belum ada bukti hukum untuk dapat dituntut di mahkamah militer.
Pada 28 Januari 1946, Freddy Lumanauw dan Mantik Pakasi dipanggil Komandan Garnisun, Kapten Blom, dan langsung dibawa ke penjara karena ada laporan bahwa mereka sedang mengatur komplot untuk menggulingkan kekuasaan KNIL di tangan Belanda. Pada 31 Januari Lumanauw dan Mantik dibawa di bawah pengawalan MP ke Tomohon dan langsung diperiksa oleh Oditur Militer Mr OE Schravendijck. Pada hari itu mereka dikembalikan ke penjara Manado karena mereka tidak bersedia mengungkapkan sebab dan latarbelakang sehingga mereka mulai berkomplot. Selama dalam tahanan ini mereka diberitahu oleh Frans Korah tentang perkembangan rencana persiapan kup yang diatur oleh Taulu, Wuisan dan Sumanti.
Pada 6 Februari 1946 mereka kembali diperiksa di Tomohon, dimana kepada mereka dinyatakan oleh Oditur Militer bahwa sudah diperoleh bukti yang jelas menunjukkan, bahwa mereka pada 1944 telah dikirim ke Sulut dengan tugas khusus dari Dr Ratulangi yang kini berada di Makassar untuk melaksanakan revolusi kemerdekaan Indonesia. Lumanauw yakin bahwa mata-mata Belanda telah mengikuti pembicaraan dalam perundingan-perundingan rahasia dari pasukan Tubruk dan Schravendijck telah mengadakan pengecekan dengan atasannya di Jakarta. Proses pengusutan ini akan membawa mereka ke sidang mahkamah militer, namun mereka tidak bersedia menuturkan mission yang diberikan oleh Ratulangi pada waktu mereka diberangkatkan dari Jakarta itu.
NICA menjadi gelisah karena setelah gerakan-gerakan pemuda berhasil ditekannya, malah tumbuh dan aparatnya sendiri, yakni KNIL. Kemudian pribadi-pribadi Taulu dan Wuisan semakin besar mendapat perhatian dan sorotan dari pimpinan KNIL.
Opsir-opsir Belanda telah beberapa kali mengadakan pertemuan antara mereka sendiri, yakni Blom, Verwaayen, De Leeuw, Molenburgh, Brouwers dan lain-lain untuk menemukan jalan, cara bagaimana mereka dapat menumpas gerakan-gerakan bawah tanah dalam tubuh KNIL, supaya tidak menjalar ke seluruh jajaran KNIL. Mereka semakin bingung, karena setelah penangkapan pemuda-pemuda pada 9 Januari lalu dan kemudian pada 28 Januari Lumanauw dan Pakasi diamankan di penjara, sebenarnya sudah tidak ada lagi anasir-anasir Republik yang mereka harus takuti.
Pada 9 Februari pimpinan KNIL mengambil tindakan pengamanan di kompleks tentara Teling dengan menangkap anggota komplotan Wangko Sumanti, Frans Lantu, Yan Sambuaga dan Wim Tamburian. Mereka ini dikunci dalam sel Tangsi Putih. Bukti kegiatan mereka, termasuk menghubungi pemuda-pemuda ekstremis dan pejabat-pejabat tertentu yang dicurigai, sudah cukup jelas bagi NICA setelah dicek dengan laporan-laporan yang masuk.
Namun, keadaan menjadi makin tegang. Pada 13 Februari, jam 9 pagi, Furir Taulu dipanggil komandan Kapten Blom dan setelah senjatanya dilucuti oleh sersan-mayor Brouwers, maka ia dimasukkan dalam sel tahanan. Tidak berapa lama Sersan Bisman dipanggil oleh Kapten Blom, tetapi ia tidak ditahan, mungkin karena ia memiliki tanda jasa dari Tentara Sekutu. Bisman dalam Perang Dunia ke-2 mendapat latihan intelejen di Australia dan sering turut dalam kapal selam Sekutu untuk dilepaskan di perairan daerah musuh untuk mencari tahu kekuatan tentara Jepang, seperti yang dilakukannya di Tarakan dan di Manado pada 1944.
Selanjutnya Komandan Kompi VII, Carlier, dipanggil oleh Komandan Korps, Kapten Blom, yang menanyakan kepadanya bagaimana dengan keadaan Kompi VII. Dijawab oleh Letnan Carlier bahwa Kompi VII dapat mengamankan seluruh Sulut, karena prajurit-prajuritnya banyak berpengalaman dalam perang yang baru lampau, lagipula kompi ini adalah pemberani, namun patuh dan setia pada atasannya.
Di penjara Manado para tahanan nasionalis pada tengah malam itu dengan hati berdebar-debar menunggu saat dimulaikan aksi di Teling. Karena mereka juga telah diberitahu tentang saat dan awal aksi ini sebelumnya melalui titipan surat yang disembunyikan dalam makanan. Mereka amat cemas dan hampir saja putus asa ketika mendengar bahwa unsur-unsur pimpinan pemberontakan sudah tertangkap.
Ketegangan memuncak ketika pintu besi dari penjara berbunyi gemerincing: Apakah aksi telah gagal dan Belanda akan memperkeras tindakan-tindakan penekanan? Demikianlah Lumanauw dan Pakasi bertanya-tanya. Melalui trali-trali sel tampaklah pada mereka bukanlah Polisi Militer (PM) yang muncul melainkan kawan-kawan Frans Lantu dan Yus Kotambunan. Mereka memasuki halaman penjara dengan menyandang beberapa perlengkapan senjata serta didampingi oleh sipir yang membawa kunci-kunci. Semuanya lalu bersorak-sorak gembira. Lumanauw dan Pakasi diberikan masing-masing senapan dan pistol, karena mereka harus melanjutkan tugas untuk menyelesaikan aksi kup itu yang tengah berjalan dan masih berbentuk tanda tanya.
Kiri: Kolonel Evert Langkay & Letkol Jan RapparTengah: Letkol Adolf G. Lembong Kanan: Letkol A.G. Lembong & Letkol. Joop Warouw
Kaum nasionalis yang selama ini meringkuk dalam tahanan semuanya dibebaskan. Tampak di antara mereka tokoh-tokoh perintis nasional seperti GE Dauhan, A Manoppo, OH Pantouw, Max Tumbel, Dr Sabu, FH Kumontoy, CP Harmanses, HC Mantiri, NP Somba dan juga pemimpin-pemimpin pemuda BPNI, John Rahasia dan Mat Canon.
Komandan Garnisun Manado, Kapten Blom, yang berdiam di Sario dibangunkan oleh ajudannya dengan kata-kata: ‘’Kapten diminta datang segera ke Teling karena keadaan agak berbahaya. Letnan Verwaayen mendesak agar segera datang!’’ Juga ditegaskan oleh ajudannya, bahwa para pengawal sudah siap menunggu di luar dengan sebuah jeep, bahwa perjalanan aman dan penjagaan cukup kuat.
Pada subuh hari semua tentara Belanda dimasukkan dalam tahanan di Teling dan selebihnya dibawa ke penjara untuk menggantikan para tahanan nasionalis yang telah dibebaskan.
Pada jam 03.00 di markas tentara di bukit Teling, sewaktu aksi penangkapan sedang berjalan, maka Wangko Sumanti yang memberikan perintah, mengambil bendera Belanda (merah-putih-biru) yang disimpan di rumah jaga, merobek helai birunya dan menyerahkan bagian dwi-warna kepada Mambi Runtukahu yang sudah siap sebagai inspektur upacara menunggu dekat tiang bendera. Secara hikmat bendera Merah Putih digerek oleh Kotambunan dan Sitam untuk kemudian berkibar pada saat fajar menyingsing di bumi Sulut.
Ternyata pasukan-pasukan KNIL yang ada di Tomohon dan Girian masih dikuasai oleh perwira-perwira Belanda dan perlu mendapat penyelesaian dari Manado. Perintah dan persiapan dilakukan oleh Wangko Sumanti untuk meneruskan aksi kup ini di Tomohon dan Girian.
Segera Frans Bisman dan Freddy Lumanauw ditugaskan dengan dua peleton siap tempur untuk menuju Tomohon. Pada jam 04.30 14 Februari mereka berangkat dengan empat kendaraan, yaitu 2 jeep dan 2 truck/power. Jeep depan berbendera Merah-Putih dikendarai oleh Frans Bisman dengan beberapa pengawal penembak bren, menyusul jeep kedua dengan perlengkapan dan pengawalan yang sama; yang ditempati oleh Freddy Lumanauw. Di luar Kota Manado konvoi ini sedikit mengalami hambatan karena jeep terdepan terjerumus dalam selokan, sehingga agak memakan waktu untuk menariknya, namun tak ada kerusakan apa-apa.
Gelaerts, demikian nama sersan Belanda itu, berada di Manado waktu terjadi kup tengah malam dan ia langsung mengendarai motornya ke Tomohon untuk memberitahukan kejadian ini kepada Komandan De Vries setelah hubungan telepon terputus. Sewaktu mau kembali ke Manado pagi itu dan berada di pompa bensin untuk mengisi minyak ia berpapasan dengan pasukan penyerbu dari Bisman.
Komandan Polisi Samsuri yang menjadi penghubung antara Pasukan Bisman dan Komandan KNIL De Vries, membawa ultimatum dari Bisman agar De Vries dengan seluruh pasukan-pasukannya di Tomohon ialah Kompi-142 dan satu kompi stafnya menyerahkan diri. Dengan dua tangannya diangkat ke atas, Samsuri menempuh jarak duaratus meter lebih menuju ke Markas De Vries, di mana komandan ini sudah siap dengan stellingnya.
Samsuri menjelaskan kepada De Vries bahwa pasukan dari Manado telah tiba di persimpangan jalan di depan kantor polisi Tomohon dan meminta Overste De Vries bersama pasukannya di Tomohon menyerahkan diri.
Samsuri kembali untuk menyampaikan jawaban ini dan untuk kedua kalinya Bisman memerintahkan Samsuri untuk memberitahukan De Vries bahwa pasukan dari Manado akan segera mengadakan serangan. Mendengar akan ultimatum terakhir ini maka De Vries memutuskan dan menyampaikan kepada Samsuri bahwa ia akan menyerahkan diri bersama pasukan-pasukan di Tomohon, termasuk para penguasa sipil NICA kepada pasukan Bisman.
Upacara penyerahan berlangsung dengan pelbagai campuran perasaan bagi kedua pihak masing-masing. Komandan KNIL itu terharu dan bercucuran air mata ketika bendera merah-putih-biru disobek helai birunya dan dwi-warna Merah-Putih dinaikkan pada tiangnya. Atas permintaan Bisman maka De Vries menuju ke kendaraan yang tersedia dan bersama-sama mereka menuju ke kantor polisi untuk meneruskan perjalanan ke Manado.
Residen Coomans de Ruyter, Komandan NICA, diambil dari tempat kediamannya di rumah sakit RK Gunung Maria, begitu anggota-anggota Staf NICA lainnya yang berada di Kaaten-Tomohon dikumpulkan di kantor polisi dan dengan sebuah truk mereka langsung dibawa ke tempat penampungan di Manado.
Pemimpin perjuangan selanjutnya mengeluarkan Maklumat Nomor 2 berisi : “Dimaklumkan bahwa pada tanggal 16 Februari sudah diadakan rapat umum di gedung Minahasa Raad (DPR) yang dipimpin pucuk pimpinan Ketentaraan Indonesia di Sulawesi Utara dihadiri oleh Kepala-Kepala Distrik dan onderdistrik di Minahasa, Raja dari Bolaang Mongondow, Kepala daerah Gorontalo, Pemimpin-pemimpin dan Pemuka-Pemuka Indonesia”. Rapat ini telah menetapkan BW Lapian menjadi Kepala Pemerintahan Sipil Sulawesi Utara. Maklumat itu ditandatangani Letkol Ch Taulu, SD Wuisan, J Kaseger, AF Nelwan dan F Bisman.
Untuk melaksanakan pemerintahan sipil, BW Lapan dibantu oleh DA Th Gerungan (keprintahan), AIA Ratulangi (keuangan), Drh Ratulangi (perekonomian), Dr Ch Singal (kesehatan), E Katoppo (PPK), Hidayat (kehakiman), SD Wuisan (kepolisian), Wolter Saerang (penerangan), Max Tumbel (pelabuhan/pelayaran.
Suatu pasukan kecil di bawah pimpinan Freddy Lumanauw masih harus meneruskan tugas operasi ke pedalaman Minahasa. Pengemudinya Oscar Pandeiroth menggantikan Alo Porayouw yang telah gugur sebagai seorang pahlawan kemerdekaan dan menjadi pahlawan 14 Februari 1946 yang pertama.
Suatu peristiwa yang menegangkan yang diceritakan Freddy Lumanauw kemudian, ialah ketika dalam persiapan untuk menyerbu markas De Vries, kedapatan olehnya bahwa peluru-peluru yang dibawa pasukan tidak cocok dengan senjata Lee Enfield, karena buatan Jepang. Wangko Sumanti di Teling Manado segera dihubungi melalui telepon dan ternyata memang ada kekeliruan dan diakui Sumanti sebagai keteledoran akibat kesibukan pada waktu pasukan disiapkan di malam buta untuk dikirim ke Tomohon. Seandainya ada terjadi penyerbuan dan pertempuran maka senapan-senapan yang dibawa akan tidak berdaya dan tidak ada gunanya.
Pengamanan di kota-kota kecamatan di Minahasa disertai dengan penurunan bendera Belanda dan diganti dengan penaikan bendera Merah-Putih, berlangsung di instansi-instansi pemerintah dan polisi setempat di bawah pimpinan Freddy Lumanauw. Berturut-turut di Tondano, Remboken, Kakas, Langowan dan Kawangkoan, selesai upacara bendera dilakukan penertiban seperlunya di kalangan pamong-praja dengan mendapat bantuan penuh dari pasukan-pasukan pemuda.
Pada subuh 14 Februari 1945, juga suatu pasukan dari Manado di bawah pimpinan Maurits Rotinsulu yang ditugaskan ke Girian untuk menguasai kamp tawanan Jepang, berhasil menangkap anggota-anggota tentara Belanda di asrama Girian dengan bantuan Samel Kumaunang dan Hans Lengkoan, namun komandan kampemen tawanan yang bermarkas di Wangurer, Letnan Van Emden, bertahan dan tetap menguasai seluruh kamp tawanan itu. Perwira ini tidak mengakui penyerahan pimpinan KNIL kepada pihak pemberontak, sedangkan ia adalah komandan dari Sekutu. Malah ia sempat menahan seorang anggota pasukan Rotinsulu yang bernama Makalew.
Setelah kegagalan ini dilaporkan kepada Taulu, maka Taulu bersama Sumanti pergi ke Sario untuk meminta perintah tertulis dari Kapten Blom buat Van Emden, agar ia segera menyerahkan diri kepada pasukan Sumanti yang akan dikirim ke Girian.
Bert Sigarlaki yang adalah ordonans tetap untuk Van Emden diterima untuk masuk ke dalam kampemen dan menemui Van Emden. Setelah surat dari Blom dibacanya, maka surat itu diludahinya dengan melemparkan kata-kata kotor kepada alamat Blom seraya menyentak bahwa semua mereka sebangsa di Manado adalah pengecut dan bukan militer.
Kumaunang dan Lengkoan yang menguasai asrama tentara di Girian memikirkan suatu siasat lain untuk menangkap Van Emden, yaitu menunggu saatnya mereka berdua memegang pos di kamp tawanan di lokasi Wangurer.
Begitulah pada 17 Februari 1946 pada jam 06.00 pagi kedua pejuang ini masuk dalam kelompok jaga, seluruhnya terdiri dari 8 orang. Mereka ini sepakat untuk menunjuk Samel Kumaunang yang akan menangkap Van Emden, mengingat tubuhnya yang besar dan kekar akan dapat menguasai perwira Belanda itu, bila terpaksa harus adu kekuatan.
Tidak lama kemudian muncul komandan itu dengan jeepnya, lengkap dengan senjata dua pistos pada masing-masing pinggangnya dan satu stegun yang disandang. Waktu ia turun dari kendaraannya menuju ke pos, Kumauang berseru: ‘‘Komandan, Green bizonderheden!’’ (tidak kurang apa-apa dalam penjagaan), namun disambungnya lagi: ‘’Letnan, kenapa kami tidak dapat jatah rokok dari Manado, apakah saya boleh merokok?’’ ‘’Oh, tentu saja’’, jawab Van Emden, dan tangannya sibuk memeriksa dan mengeluarkan sebungkus rokok dari sakunya. Ketika ia menyampaikan sebatang rokok sambil menyiapkan apinya kepada Kumaunang, maka secepat kilat tangan letnan yang diulurkan itu ditarik dengan sekuat-kuatnya, badannya condong jatuh ke depan dan setelah tangannya itu diputar, stegun jatuh ke tanah dan kedua pistolnya dapat dilucut oleh Kumaunang. Pada saat itu kawan-kawan lain menyergap perwira itu, mengikat kedua tangan kakinya dan menyeretnya ke dalam jeep. Ia dibiarkan dalam keadaan terikat dan di bawah pengawasan, sampai seluruh kampemen tawanan dan penjagaan telah ditertibkan dan dapat berjalan normal kembali, kini di bawah kekuasaan Tentara Nasional Indonesia.
Para anggota tentara Belanda lainnya sudah lebih dahulu diangkut secara terpisah dari komandan kampemen dengan adanya berita: ‘’Perintah dari korps komandan supaya para perwira dan perwira bawahan harus segera berkumpul di Manado tanpa membawa senjata’’.
Kemudian rombongan yang dipimpin oleh Kumaunang mengantar Van Emden ke Manado, disusuli rombongan dari Sumanti yang ditugaskan oleh Taulu dengan maksud yang sama.
Di sepanjang jalan rakyat menyambut kemenangan ini dengan sorak-sorakan ‘’Hidup Merah Putih’’. Dalam kup selama beberapa hari ini semua warga Belanda dari KNIL maupun dari NICA berhasil ditawan. Seorang pengusaha perkebunan Belanda, Van Loon, yang coba melarikan diri dengan perahu kecil ke Ternate, terpaksa harus kembali di pantai Likupang dan ia langsung menyerahkan diri.
Menyusul kemenangan itu, pemimpin perjuangan Ch Taulu kemudian pada tanggal 15 Februari 1946 mengeluarkan Maklumat Nomor 1 yang berisi:
- Kemarin malam jam 01.00 tanggal 14 Februari 1946, oleh pejuang-pejuang KNIL dibantu para pemuda telah merebut kekuasaan dari pemerintahan Belanda (NICA) Sulawesi Utara dalam rangka mempertahankan Kemerdekaan RI yang diproklamirkan Ir Soekarno dan Mohammad Hatta;
- Rakyat Diminta membantu sepenuhnya perjuangan itu;
- Kepada pejuang untuk mengambil alih pemerintahan Belanda;
- Keamanan di seluruh Sulut dijamin Tentara RI Sulawesi Utara;
- Kantor-kantor pemerintaha harus bekerja seperti biasa;
- Kegiatan ekonomi harus tetap jalan seperti biasa (pasar-pasar, toko-toko, sekolah-sekolah). Bila ada pasar atau toko tidak buka akan disita;
- Barangsiapa yang berani melakukan pengacauan berupa penganiayaaan, penculikan, perampokan, pembunuhan dan sebagai akan segera dihukum mati di muka umum.
Padahal Peristiwa Merah Putih 14 Februari 1946 sama dengan perjuangan yang dilakukan di seluruh Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang telah diproklamirkan oleh Ir Soekarno dan Drs Mohammad Hatta pada 17 Agustus 1945.
Karena itu Soekarno menilai peristiwa ini sangat besar arti. Tak heran ketika memperingati Peristiwa Merah Putih 14 Februari 1946 yang dilaksanakan di istana negara pada 10 Maret 1965, Presiden Soekarno bahkan memaklumkan peristiwa ini sebagai Hari Sulawesi Utara.
Sebab peristiwa ini telah menghebohkan dunia, karena telah disiarkan radio-radio Australia, San Franscisco dan BBC London. Bahkan Harian Merdeka di Jakarta menulis berita tentang ‘’Pemberontakan Besar di Minahasa’’. Peristiwa ini juga menjadi pukulan bagi tentara Sekutu (AS-Inggris-Belanda), karena berdampak pada 8.000 tawanan tentara Jepang di Girian yang harus dideportasikan ke Jepang.
Tak heran jika Peristiwa Merah Putih ini menjadi perhatian khusus Sekutu yang bermarkas di Makassar dengan mengirimkan Letkol Purcell yang didampingi pimpinan NICA-Belanda dan Panglima KNIL Kol Giebel untuk berunding dengan BW Lapian yang ditetapkan sebagai Kepala Pemerintahan Sipil dan Letkol Ch Ch Taulu yang menjadi Komandan Militer yang membawahi Tentara Republik Indonesia Sulawesi Utara (TRISU) di atas Kapal El Libertador.
Tapi karena tidak terjadi kata sepakat, sebab permintaan Sekutu agar BW Lapian dan Ch Taulu mengembalikan kekuasaan kepada NICA ditolak. Akhirnya pada 24 Februari 1946 di Teling-Manado Kolonel Purcell menyatakan tentara Sekutu berperang dengan kekuasaan Sulawesi Utara (Lapian-Taulu). Karena semua daerah telah diblokade, dan sejumlah tentara KNIL asal Sulut berbalik memihak Belanda akhirnya pada 11 Maret 1946 Pemerintahan Sulawesi Utara (Lapian-Taulu) menyerah kepada Sekutu.
Setidaknya, peristiwa Merah Putih 14 Februari 1946 telah mampu membuktikan bahwa Sulut tetap berada dalam Negara Indonesia, sekaligus mematahkan propaganda Belanda yang menyatakan Proklamasi kemerdekaan hanya untuk Jawa dan Sumatera, karena memang Belanda menguasai Indonesia Timur. Karena itu sudah seharusnya nilai-nilai kejuangan peristiwa ini harus terus ditanamkan kepada generasi muda, sekaligus menjadi pemicu semangat bahwa Sulut bagian dari Republik Indonesia.
Sejarah Terbentuknya KNIL Oleh Belanda
KNIL adalah singkatan dari bahasa Belanda (het Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger), atau secara harafiah, Tentara Kerajaan Hindia-Belanda. Meskipun KNIL melayani pemerintahan Hindia-Belanda, banyak di antara anggota-anggotanya adalah penduduk bumiputra di Hindia-Belanda dan orang-orang Indo-Belanda, bukan orang-orang Belanda. Di antara mereka yang pernah menjadi anggota KNIL pada saat menjelang kemerdekaan adalah Mangkunegara VII, Sultan Hamid II, Oerip Soemohardjo, E. Kawilarang, A.H. Nasution, Gatot Soebroto dan T.B. Simatupang yang kelak memegang peranan penting dalam pengembangan dan kepemimpinan di dalam angkatan bersenjata Indonesia.
Kawilarang and Slamet Rijadi discussing strategy in Ambon
Ketika berlangsung Perang Diponegoro, pada tahun 1826-1827 pemerintah Hindia Belanda membentuk satu pasukan khusus. Setelah Perang Diponegoro usai, pada 4 Desember 1830 Gubernur Jenderal van den Bosch mengeluarkan keputusan yang dinamakan “Algemeene Orders voor het Nederlandsch-Oost-Indische leger” di mana ditetapkan pembentukan suatu organisasi ketentaraan yang baru untuk Hindia-Belanda, yaitu Oost-Indische Leger (Tentara India Timur) dan pada tahun 1836, atas saran dari Raja Willem I, tentara ini mendapat predikat “Koninklijk”.
Namun dalam penggunaan sehari-hari, kata ini tidak pernah digunakan selama sekitar satu abad, dan baru tahun 1933, ketika Hendrik Colijn yang juga pernah bertugas sebagai perwira di Oost-Indische Leger menjadi Perdana Menteri, secara resmi tentara di India-Belanda dinamakan Koninklijk Nederlands-Indisch Leger, disingkat KNIL.
Panglima Ventje Sumual menghadap Presiden Soekarno saat menghadapnya di Jakarta bulan Maret 1957 untuk melaporkan peristiwa darurat perang Permesta di Indonesia Timur.
Undang-Undang Belanda tidak mengizinkan para wajib militer untuk ditempatkan di wilayah jajahan, sehingga tentara di Hindia Belanda hanya terdiri dari prajurit bayaran atau sewaan. Kebanyakan mereka berasal dari Perancis, Jerman, Belgia dan Swiss. Tidak sedikit dari mereka yang adalah desertir dari pasukan-pasukannya untuk menghindari hukuman. Namun juga tentara Belanda yang melanggar peraturan di Belanda diberikan pilihan, menjalani hukuman penjara atau bertugas di Hindia Belanda. Mereka mendapat gaji bulanan yang besar. Tahun 1870 misalnya, seorang serdadu menerima f 300,-, atau setara dengan penghasilan seorang buruh selama satu tahun
Letkol. Ventje Sumual (paling kiri) & Mayor D.J. Somba (ke-2 dari kiri), Letkol. Soeharto dalam Musyawarah Nasional (Munas) RI di Jakarta untuk mengatasi Pergolakan Daerah2.
Dari catatan tahun 1830, terlihat perbandingan jumlah perwira, bintara serta prajurit antara bangsa Eropa dan pribumi dalam dinas ketentaraan Belanda. Di tingkat perwira, jumlah pribumi hanya sekitar 5% dari seluruh perwira; sedangkan di tingkat bintara dan prajurit, jumlah orang pribumi lebih banyak daripada jumlah bintara dan prajurit orang Eropa, yaitu sekitar 60%. Kekuatan tentara Belanda tahun 1830, setelah selesai Perang Diponegoro adalah 603 perwira bangsa Eropa, 37 perwira pribumi, 5.699 bintara dan prajurit bangsa Eropa, 7.206 bintara dan prajurit pribumi.
Tahun 1936, jumlah pribumi yang menjadi serdadu KNIL mencapai 33 ribu orang, atau sekitar 71% dari keseluruhan tentara KNIL, di antaranya terdapat sekitar 4.000 orang Ambon, 5.000 orang Manado dan 13.000 orang Jawa.
dikumpulkan oleh Gandatmadi
5)pertempuran bandung lautan api
Peristiwa Bandung Lautan Api adalah peristiwa kebakaran besar yang terjadi di kota Bandung, provinsi Jawa Barat, Indonesia pada 23 Maret 1946. Dalam waktu tujuh jam, sekitar 200.000 penduduk Bandung[1] membakar rumah mereka, meninggalkan kota menuju pegunungan di daerah selatan Bandung. Hal ini dilakukan untuk mencegah tentara Sekutu dan tentara NICA Belanda untuk dapat menggunakan kota Bandung sebagai markas strategis militer dalam Perang Kemerdekaan Indonesia.
Latar belakang
Pasukan Inggris bagian dari Brigade MacDonald tiba di Bandung pada tanggal 12 Oktober 1945. Sejak semula hubungan mereka dengan pemerintah RI sudah tegang. Mereka menuntut agar semua senjata api yang ada di tangan penduduk, kecuali TKR, diserahkan kepada mereka. Orang-orang Belanda yang baru dibebaskan dari kamp tawanan mulai melakukan tindakan-tindakan yang mulai mengganggu keamanan. Akibatnya, bentrokan bersenjata antara Inggris dan TKR tidak dapat dihindari. Malam tanggal 21 November 1945, TKR dan badan-badan perjuangan melancarkan serangan terhadap kedudukan-kedudukan Inggris di bagian utara, termasuk Hotel Homann dan Hotel Preanger yang mereka gunakan sebagai markas. Tiga hari kemudian, MacDonald menyampaikan ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat agar Bandung Utara dikosongkan oleh penduduk Indonesia, termasuk pasukan bersenjata.
Ultimatum Tentara Sekutu agar Tentara Republik Indonesia (TRI, sebutan bagi TNI pada saat itu) meninggalkan kota Bandung mendorong TRI untuk melakukan operasi "bumihangus". Para pejuang pihak Republik Indonesia tidak rela bila Kota Bandung dimanfaatkan oleh pihak Sekutu dan NICA. Keputusan untuk membumihanguskan Bandung diambil melalui musyawarah Madjelis Persatoean Perdjoangan Priangan (MP3) di hadapan semua kekuatan perjuangan pihak Republik Indonesia, pada tanggal 23 Maret 1946[2]. Kolonel Abdoel Haris Nasoetion selaku Komandan Divisi III TRI mengumumkan hasil musyawarah tersebut dan memerintahkan evakuasi Kota Bandung.[butuh rujukan] Hari itu juga, rombongan besar penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan kota Bandung dan malam itu pembakaran kota berlangsung.
Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat setempat dengan maksud agar Sekutu tidak dapat menggunakan Bandung sebagai markas strategis militer. Di mana-mana asap hitam mengepul membubung tinggi di udara dan semua listrik mati. Tentara Inggris mulai menyerang sehingga pertempuran sengit terjadi. Pertempuran yang paling besar terjadi di Desa Dayeuhkolot, sebelah selatan Bandung, di mana terdapat gudang amunisi besar milik Tentara Sekutu. Dalam pertempuran ini Muhammad Toha dan Ramdan, dua anggota milisi BRI (Barisan Rakjat Indonesia) terjun dalam misi untuk menghancurkan gudang amunisi tersebut. Muhammad Toha berhasil meledakkan gudang tersebut dengan dinamit. Gudang besar itu meledak dan terbakar bersama kedua milisi tersebut di dalamnya. Staf pemerintahan kota Bandung pada mulanya akan tetap tinggal di dalam kota, tetapi demi keselamatan mereka, maka pada pukul 21.00 itu juga ikut dalam rombongan yang mengevakuasi dari Bandung. Sejak saat itu, kurang lebih pukul 24.00 Bandung Selatan telah kosong dari penduduk dan TRI. Tetapi api masih membubung membakar kota, sehingga Bandung pun menjadi lautan api.
Pembumihangusan Bandung tersebut dianggap merupakan strategi yang tepat dalam Perang Kemerdekaan Indonesia karena kekuatan TRI dan milisi rakyat tidak sebanding dengan kekuatan pihak Sekutu dan NICA yang berjumlah besar. Setelah peristiwa tersebut, TRI bersama milisi rakyat melakukan perlawanan secara gerilya dari luar Bandung. Peristiwa ini mengilhami lagu Halo, Halo Bandung yang nama penciptanya masih menjadi bahan perdebatan.
Beberapa tahun kemudian, lagu "Halo, Halo Bandung" secara resmi ditulis, menjadi kenangan akan emosi yang para pejuang kemerdekaan Republik Indonesia alami saat itu, menunggu untuk kembali ke kota tercinta mereka yang telah menjadi lautan api.
Asal istilah
Istilah Bandung Lautan Api menjadi istilah yang terkenal setelah peristiwa pembumihangusan tersebut. Jenderal A.H Nasution adalah Jenderal TRI yang dalam pertemuan di Regentsweg (sekarang Jalan Dewi Sartika), setelah kembali dari pertemuannya dengan Sutan Sjahrir di Jakarta, memutuskan strategi yang akan dilakukan terhadap Kota Bandung setelah menerima ultimatum Inggris tersebut.
"Jadi saya kembali dari Jakarta, setelah bicara dengan Sjahrir itu. Memang dalam pembicaraan itu di Regentsweg, di pertemuan itu, berbicaralah semua orang. Nah, disitu timbul pendapat dari Rukana, Komandan Polisi Militer di Bandung. Dia berpendapat, “Mari kita bikin Bandung Selatan menjadi lautan api.” Yang dia sebut lautan api, tetapi sebenarnya lautan air."-A.H Nasution, 1 Mei 1997
Istilah Bandung Lautan Api muncul pula di harian Suara Merdeka tanggal 26 Maret 1946. Seorang wartawan muda saat itu, yaitu Atje Bastaman, menyaksikan pemandangan pembakaran Bandung dari bukit Gunung Leutik di sekitar Pameungpeuk, Garut. Dari puncak itu Atje Bastaman melihat Bandung yang memerah dari Cicadas sampai dengan Cimindi.
Setelah tiba di Tasikmalaya, Atje Bastaman dengan bersemangat segera menulis berita dan memberi judul "Bandoeng Djadi Laoetan Api". Namun karena kurangnya ruang untuk tulisan judulnya, maka judul berita diperpendek menjadi "Bandoeng Laoetan Api"
6)pertempuran magarana
Pertempuran Puputan Margarana merupakan salah satu pertempuran antara Indonesia dan Belanda dalam masa Perang kemerdekaan Indonesia yang terjadi pada 20 November 1946. Pertempuran ini dipimpin oleh Kepala Divisi Sunda Kecil Kolonel I Gusti Ngurah Rai. Dimana Pasukan TKR di wilayah ini bertempur dengan habis habisan untuk mengusir Pasukan Belanda yang kembali datang setelah kekalahan Jepang, untuk menguasai kembali wilayahnya yang direbut Jepang pada Perang Dunia II, mengakibatkan kematian seluruh pasukan I Gusti Ngurah Rai yang kemudian dikenang sebagai salah-satu Puputan di era awal kemerdekaan serta mengakibatkan Belanda sukses mendirikan Negara Indonesia Timur.
Peristiwa
Pada waktu staf MBO berada di desa Marga, I Gusti Ngurah Rai memerintahkan pasukannya untuk merebut senjata polisi NICA yang ada di Kota Tabanan. Perintah itu dilaksanakan pada 20 November 1946 (malam hari) dan berhasil baik. Beberapa pucuk senjata beserta pelurunya dapat direbut dan seorang komandan polisi NICA ikut menggabungkan diri kepada pasukan Ngurah Rai. Setelah itu pasukan segera kembali ke Desa Marga. Pada 20 November 1946 sejak pagi-pagi buta tentara Belanda mulai nengadakan pengurungan terhadap Desa Marga. Kurang lebih pukul 10.00 pagi mulailah terjadi tembak-menembak antara pasukan NICA dengan pasukan Ngurah Rai. Pada pertempuran yang seru itu pasukan bagian depan Belanda banyak yang mati tertembak. Oleh karena itu, Belanda segera mendatangkan bantuan dari semua tentaranya yang berada di Bali ditambah pesawat pengebom yang didatangkan dari Makassar. Di dalam pertempuran yang sengit itu semua anggota pasukan Ngurah Rai bertekad tidak akan mundur sampai titik darah penghabisan. Di sinilah pasukan Ngurah Rai mengadakan "Puputan" atau perang habis-habisan di Desa Margarana sehingga pasukan yang berjumlah 96 orang itu semuanya gugur, termasuk Ngurah Rai sendiri. Sebaliknya, di pihak Belanda ada lebih kurang 400 orang yang tewas. Untuk mengenang peristiwa tersebut pada tanggal 20 November 1946 dikenal dengan perang puputan margarana, dan kini pada bekas arena pertempuran itu didirikan Tugu Pahlawan Taman Pujaan Bangsa.
7)pertempuran 5 hari disemarang
Pertempuran Lima Hari (bahasa Jawa: ꦥꦼꦂꦠꦼꦩ꧀ꦥꦸꦫꦤ꧀ꦭꦶꦩꦁꦢꦶꦤ, translit. Pertempuran Limang Dina) adalah serangkaian pertempuran antara rakyat Indonesia melawan tentara Jepang di Semarang pada masa transisi kekuasaan ke Belanda yang terjadi pada tanggal 15–19 Oktober 1945. Dua penyebab utama pertempuran ini adalah karena larinya tentara Jepang dan tewasnya dr. Kariadi.
Kronologi
- Pada 1 Maret 1942, tentara Jepang mendarat di Pulau Jawa, dan tujuh hari kemudian, tepatnya, 8 Maret, pemerintah kolonial Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Sejak itu, Indonesia diduduki oleh Jepang
- Tiga tahun kemudian, Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu setelah dijatuhkannya bom atom (oleh Amerika Serikat) di Hiroshima dan Nagasaki. Peristiwa itu terjadi pada 6 dan 9 Agustus 1945 Mengisi kekosongan tersebut, Indonesia kemudian memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.
- Hal pertama yang menyulut kemarahan para pemuda Indonesia adalah ketika pemuda Indonesia memindahkan tawanan Jepang dari Cepiring ke Bulu, dan di tengah jalan mereka kabur dan bergabung dengan pasukan Kidō Butai dibawah pimpinan Jendral Nakamura. Kidō Butai terkenal sebagai pasukan yang paling berani, dan untuk maksud mencari perlindungan mereka bergabung bersama pasukan Kidō Butai di Jatingaleh.
- Setelah kaburnya tawanan Jepang, pada Minggu, 14 Oktober 1945, pukul 6.30 WIB, pemuda-pemuda rumah sakit mendapat instruksi untuk mencegat dan memeriksa mobil Jepang yang lewat di depan RS Purusara. Mereka menyita sedan milik Kempetai dan merampas senjata mereka. Sore harinya, para pemuda ikut aktif mencari tentara Jepang dan kemudian menjebloskannya ke Penjara Bulu. Sekitar pukul 18.00 WIB, pasukan Jepang bersenjata lengkap melancarkan serangan mendadak sekaligus melucuti delapan anggota polisi istimewa yang waktu itu sedang menjaga sumber air minum bagi warga Kota Semarang Reservoir Siranda di Candilama. Kedelapan anggota Polisi Istimewa itu disiksa dan dibawa ke markas Kidō Butai di Jatingaleh. Sore itu tersiar kabar tentara Jepang menebarkan racun ke dalam reservoir itu. Rakyat pun menjadi gelisah. Cadangan air di Candi, desa Wungkal, waktu itu adalah satu-satunya sumber mata air di kota Semarang. Sebagai kepala RS Purusara (sekarang RSUP Dr. Kariadi) Dokter Kariadi berniat memastikan kabar tersebut. Selepas Magrib, ada telepon dari pimpinan Rumah Sakit Purusara, yang memberitahukan agar dr. Kariadi, Kepala Laboratorium Purusara segera memeriksa Reservoir Siranda karena berita Jepang menebarkan racun itu. Dokter Kariadi kemudian dengan cepat memutuskan harus segera pergi ke sana. Suasana sangat berbahaya karena tentara Jepang telah melakukan serangan di beberapa tempat termasuk di jalan menuju ke Reservoir Siranda. Isteri dr. Kariadi, drg. Soenarti mencoba mencegah suaminya pergi mengingat keadaan yang sangat genting itu. Namun dr. Kariadi berpendapat lain, ia harus menyelidiki kebenaran desas-desus itu karena menyangkut nyawa ribuan warga Semarang. Akhirnya drg. Soenarti tidak bisa berbuat apa-apa. Ternyata dalam perjalanan menuju Reservoir Siranda itu, mobil yang ditumpangi dr. Kariadi dicegat tentara Jepang di Jalan Pandanaran. Bersama tentara pelajar yang menyopiri mobil yang ditumpanginya, dr. Kariadi ditembak secara keji. Ia sempat dibawa ke rumah sakit sekitar pukul 23.30 WIB. Ketika tiba di kamar bedah, keadaan dr. Kariadi sudah sangat gawat. Nyawa dokter muda itu tidak dapat diselamatkan. Ia gugur dalam usia 40 tahun satu bulan.
Peristiwa Lain
- Sebelum tanggal 20 Oktober, ada kejadian Gencatan Senjata antara kedua belah pihak, tetapi kendati demikian kejadian ini tidak memadamkan situasi, kejadian diperparah dengan pembunuhan sandera (lihat no. 2)
- Di Pedurungan, orang-orang Semarang, terutama dari Mranggen dan Genuk menjadi satu untuk memindahkan tawanan, yang menjadi sandera. Karena janji Jepang untuk mundur tidak dipenuhi maka 75 sandera itu dibunuh, sehingga perang berlanjut.
- Datangnya pemuda dari luar Kota Semarang untuk membantu menjadikan Jepang marah
- Radius 10 km dari Tugumuda menjadi medan peperangan
Tokoh-tokoh yang terlibat
Mengenai pertempuran lima hari di Semarang ini, ada beberapa tokoh yang terlibat adalah sbb:
- dr. Kariadi, dokter yang akan mengecek cadangan air minum di daerah Candi yang kabarnya telah diracuni oleh Jepang. Ia juga merupakan Kepala Laboratorium Dinas Pusat Purusara.
- Mr. Wongsonegoro, gubernur Jawa Tengah yang sempat ditahan oleh Jepang.
- Dr. Sukaryo dan Sudanco Mirza Sidharta, tokoh Indonesia yang ditangkap oleh Jepang bersama Mr. Wongsonegoro.
- Mayor Kido (Pemimpin Kidō Butai), pimpinan Batalion Kidō Butai yang berpusat di Jatingaleh.
- drg. Soenarti, Istri dr. kariadi
- Kasman Singodimejo, Perwakilan perundingan gencatan senjata dari Indonesia.
- Jenderal Nakamura, perwira tinggi yang ditangkap oleh TKR di Magelang
Monumen Tugu Muda
Untuk memperingati Pertempuran 5 Hari di Semarang, dibangun Tugu Muda sebagai monumen peringatan. Tugu Muda ini dibangun pada tanggal 10 November 1950. Diresmikan oleh presiden Ir. Soekarno pada tanggal 20 Mei 1953. Bangunan ini terletak di kawasan yang banyak merekam peristiwa penting selama lima hari pertempuran di Semarang, yaitu di pertemuan antara Jl. Pemuda, Jl. Imam Bonjol, Jl. Dr. Sutomo, dan Jl. Pandanaran dengan lawang sewu. Selain pembangunan Tugu Muda, Nama Dr. Kariadi diabadikan sebagai nama salah satu rumah sakit di Semarang.
Perjuangan
mempertahankan kemerdekaan melalui diplomasi
1. Perundingan
linggajati
Perjanjian Linggarjati merupakan
suatu perundingan yang berlangsung diantara pihak Indonesia dengan pihak
Belanda yang ditengahi oleh Inggris.
Hasil perundingan yang berlangsung
di awal-awal masa kemerdekaan tersebut membuahkan hasil suatu kesepakatan yang
selanjutnya disebut sebagai “Perjanjian Linggarjati”.
Linggarjati atau Linggajati sendiri
merupakan sabuah nama dari suatu desa yang secara geografis terletak diantara
Cirebon dengan Kuningan.
Serta berada di kaki gunung Ciremai.
Pemilihan Linggarjati yang merupakan sebagai tempat perundingan disebabkan di
tempat inilah netral untuk
kedua belah pihak.
Untuk diketahui, pada waktu itu
Belanda dengan sekutu menguasai Jakarta, sementara untuk Indonesia sendiri
menguasai Yogyakarta.
Perundingan atau juga disebut dengan perjanjian Linggarjati
dilaksanakan di tanggal 11 hingga 13 November 1946.
Tetapi, delegasi sudah sampai di Linggarjati di tanggal 10
November (sehari sebelumnya). Lalu, hasil dari perundingan diparaf pada tanggal
15 November 1946 berlokasi di kota Jakart.
Serta kemudian diratifikasi pada tanggal 25 Maret 1947 di Istana
negara.
Latar Belakang Perjanjian
Linggarjati
Selepas Indonesia memproklamasikan dirinya sebagai negara yang
Merdeka tepat di tanggal 17 Agustus 1945.
Serta sudah terlepas dari jajahan Jepang. Belanda yang
sebelumnya sudah menjajajah Indonesia selama kurun waktu 350 tahun kemudian
ingin kembali menjajah Indonesia.
Awalnya, pada tanggal 29 September 1945 pasukan sekutu serta
AFNEI datang ke Indonesia (salah
satunya) untuk melucuti tentara Jepang sesudah kekalahan
negara tersebut dalam perang dunia ke II.
Tetapi, kemudian kedatangan mereka ternyata telah diboncengi
oleh NICA atau kepanjangan dari (Netherlands-Indies Civil
Administration).
Hal tersebut lantas memicu munculnya kecurigaan dari pemerintah
sekaligus rakyat Indonesia.
Mereka berpendapat bahwa Belanda ingin kembali mencoba untuk
menguasai negara Indonesia. Sampai pada akhirnya berbagai pertempuran pun
terjadi.
Sebagai contoh pertempuran yang terjadi pada tanggal 10 November
di Surabaya, Pertempuran di Ambarawa, Medan area, Pertempuran Merah putih di
Manado, dan yang lainnya.
Sebab sering terjadinya berbagai pertempuran yang merugikan
kedua belah pihak serta beberapa alasan lainnya.
Maka pihak dari kerajaan Belanda dengan Indonesia pun kemudian
sepakat untuk melakukan kontak diplomasi pertama di dalam sejarah kedua negara.
Pemerintah Inggris yang merupakan selaku mediator penanggung
jawab berupaya dalam menangani konflik politik serta militer di Asia.
Diplomat Inggris yang pada waktu itu bernama Sir Achibald Clark
Kerr kemudian mengundang Indonesia dan juga Belanda untuk melakukan perundingan
di Hooge Veluwe.
Kalian bisa membaca sejarah tentang Perjanjian Hooge Veluwe
untuk lebih rinci dalam memahaminya.
Pemimpin negara kemudian menyadari jika dalam menyelesaikan
konflik dengan pertempuran hanya akan memakan korban dari kedua belah pihak.
Lalu, perundingan yang direncanakan pun gagal, sebab negara
Indonesia meminta supaya Belanda mengakui kedaulatannya atas Pulau Jawa, Pulau
Madura, serta Pulau Sumatera.
Tetapi, Belanda hanya akan mengakui Indonesia dari bagian Jawa
serta Madura saja.
Kemudian di akhir Agustus tahunn 1946, pemerintah Inggris
kemudian mendatangkan Lord Killearn ke negara Indonesia sebagai usaha dalam
menyelesaikan perundingan antara Indonesia dengan Belanda.
Barulah di tanggal 7 Oktober 1946 kemudian dilaksanakan
perundingan antara Indonesia dengan Belanda yang dipimpin oleh Lord Killearn
dan bertempat di Konsulat Jenderal Inggris di kota Jakarta.
Di dalam perundingan awal, akhirnya menghasilkan kesepakatan untuk
melakukan gencatan senjata di tanggal 14 Oktober 1946 serta berencana kembali
untuk melakukan perundingan lebih lanjut.
Akhirnya, perundingan lebih lanjut tersebut pun dilakukan dengan
sebutan Perjanjian Linggarjati yang akan nantinya akan dilaksanakan mulai pada
tanggal 11 November 1946.
Latar Belakang Perjanjian Linggarjati
yaitu:
Latar belakang terjadinya perjanjian
Linggarjati ialah sebab terdapat banyaknya konflik dan juga insiden pertempuran
yang terjadi diantara pejuang Indonesia dengan pasukan Sekutu-Belanda.
Sehingga kedua belah pihak akhirnya
menginginkan berakhirnya konflik serta cara penyelesainnya dengan persengketaan
wilayah kekuasaan dan juga kedaulatan Republik Indonesia.
Waktu dan Tempat Sejarah Perjanjian Linggarjati
Perjanjian Linggarjati berlangsung diantara pihak Belanda dengan
Indonesia yang ditengahi oleh Inggris di tanggal 11 sampai 13 November 1946.
Linggarjati atau Linggajati merupakan suatu nama dari sebuah
desa yang terletak diantara Cirebon dengan Kuningan.
Dan berada di kawasan kaki Gunung Ciremai. Pemilihan kata
Linggarjati sebagai tempat perundingan dikarenakan tempat ini netral untuk
pihak Belanda maupun Indonesia.
Sehingga, pada waktu itu Belanda dengan Sekutu yang menguasai
Jakarta, sementara untuk Indonesia yang tengah menguasai Yogyakarta.
Walaupun Perundingan Linggarjati dilakukan pada tanggal 11
sampai pada tanggal 13 November 1946, namun para delegasi sudah sampai di
Linggarjati pada tanggal 10 November atau sehari sebelumnya.
Pada waktu senggang, para delegasi kemudian memperbaiki isi-isi
perjanjian supaya kedua belah pihak dapat menemui titik temu untuk menyetujui
perjanjian tersebut.
Hasil dari perundingan diparaf pada tanggal 15 November 1945 di
kota Jakarta serta diratifikasi 25 Maret 1947 di Istana Negara.
Isi perjanjian tersebut menyatakan jika Belanda mengakui wilayah
Indonesia secara de facto dan juga pembentukan negara Republik Indonesia
Serikat (RIS).
Tokoh Tokoh Perjanjian
Linggarjati
Terdapat beberapa tokoh penting yang terlibat di dalam
Perjanjian Linggarjati. Beberapa tokoh yang menandatangani Perjanjian
Linggarjati antara lain ialah sebagai berikut:
- Pemerintah
Indonesia mendelegasikan
Sutan Syahrir yang berperan sebagai Ketua, A.K. Gani, Susanto Tirtoprojo,
serta Mohammad Roem.
- Pemerintah
Belanda mendelegasikan
Wim Schermerhon yang berperan sebagai Ketua, H. J. van Mook, Max van
Pool, F. de Boer.
- Pemerintah
Inggris yang
berperan sebagai mediator atau penengah diwakili oleh Lord Killearn.
- Saksi
tamu yang
hadir di dalam perjanjian tersebut diantaranya yaitu: Amir Syarifudin, dr.
Leimena, dr. Sudarsono, Ali Budiharjo, Presiden Soekarno, serta Mohammad
Hatta.
Perjanjian Linggarjati lalu ditandatangani pada sebuah upacara
kenegaraan yang bertempat di Istana Negara Jakarata pada tanggal 25 Maret 1947.
Berikut ini adalah info lengkap terkait perwakilan dari
Indonesia yang datang dalam Perjanjian Linggarjati, antara lain:
1. Sutan Syahrir
Merupakan ketua perwakilan dari perjanjian Linggarjati yang
lahir di tanggal 5 Maret 1909 di Kota Padang Panjang.
Sutan Syahrir merupakan sosok pemuda yang berintelektual, serta
seorang revolusioner yang mempelopori tentang kemerdekaan Indonesia.
Beliau juga adala seorang politikus serta menjadi perdana
menteri pertama di negara Republik Indonesia. Beliau juga sempat menjabat
sebagai Menteri Dalam Negeri serta Menteri Luar Negeri untuk negara Indonesia.
2. Adnan Kapau Gani
Beliau lahir di Sumatera Barat pada tanggal 16 September 1905.
Adnan Kapau Gani ini merupakan seorang Mayjen TNI yang disebut sebagai
A.K. Gani. Selain sebagai seorang mayjen TNI, beliau juga merupakan seorang
politisi dan juga dokter.
Pada semasa hidupnya beliau juga sempat menjabat sebagai Wakil
Perdana Menteri pada masa Kabinet Amir Sjarifuddin I dan II.
3. Mohammad Roem
Beliau merupakan seorang diplomat yang berasal dari Indonesia
yang sangat disegani serta menjadi salah satu orang yang memimpin Indonesia
dalam hal memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Semasa hidupnya, beliau sempat menjabat sebagai Wakil Perdana
Menteri, Menteri Luar Negeri, serta terkahir menjabat sebagai Menteri Dalam
Negeri.
Beliau tak hanya mewakili Indonesia dalam perjanjian
Linggarjati, beliau juga turut menjadi perwakilan seklaigus inisiator dalam
Perjanjian Roem-Roijen pada waktu Indonesia ada di masa revolusi.
4. Soesanto Tirtoprodjo
Beliau merupakan perwakilan terakhir dalam perjanjian
Linggarjati. Beliau adalah sosok yang pandai dalam bidang hukum.
Semasa hidupnya, beliau sempat menjabat sebagai Menteri
Kehakiman selama periode 6 kali masa jabatan dalam 6 kabinet yang berbeda-beda.
Beliau lahir pada tanggal 3 Maret 1900 di Surakarta serta
mempunyai background pendidikan dalam bidang hukum serta kuliah di Universitas
Leiden, Belanda.
Isi Perjanjian Linggarjati
Perjanian Linggarjati yang telah disahkan di tanggal 25 Maret
1947 mempunyai 17 pasal. Inti dari hasil Perjanjian Linggarjati ialah sebagai
berikut:
1. Belanda
secara de facto mengakui apabila wilayah Republik Indonesia meliputi Jawa,
Sumatera, dan juga Madura.
2. Belanda
diwajibkan untuk meninggalkan wilayah daru Republik Indonesia paling lambat
pada tanggal 1 Januari 1949.
3. Pihak
Indonesia dengan Belanda mencapai kata sepakat untuk membentuk negara Republik
Indonesia Serikat atau yang disingkat sebagai (RIS) yang meliputi wilayah
Indonesia, Kalimantan serta Timur Besar sebelum pada tangga 1 Januari 1949.
4. Dalam
konteks Republik Indonesia Serikat, Pemerintah Indonesia harus tergabung di
dalam Commonwealth atau Persemakmuran Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda
sebagai kepalanya.
Dampak Perjanjian Linggarjati
Terdapat beberapa akibat yang diakibatkan adanya Perjanjian
Linggarjati. Akibat tersebut ada yang bersifat positif dan ada pula yang
bersifat negatif.
1. Dampak Positif
Dampak positif dari Perjanjian Linggarjati ialah sebagai
berikut:
1. Posisi
Indonesia di dalam mata dunia internasional semakin kuat, dengan adanya
pengakuan dari pihak Belanda kepada kemerdekaan Indonesia.
Hal tersebut yang juga mendorong berbagai negara lain untuk mengakui kemerdekaan Republik Indonesia secara sah.
Hal tersebut yang juga mendorong berbagai negara lain untuk mengakui kemerdekaan Republik Indonesia secara sah.
2. Belanda juga
mengakui negara Republik Indonesia mempunyai kuasa atas tanah Jawa, Madura,
serta Sumatera. Secara de facto, Indonesia menguasai atas wilayah tersebut di
atas.
3. Berakhirnya
konflik antara Belanda dengan Indonesia.
Pada waktu itu dikhawatirkan apabila terdapat konfrontasi rakyat Indonesia dengan kekuatan Belanda yang terus berlanjut maka akan semakin banyak menimbulkan korban jiwa dari kalangan rakyat Indonesia.
Hal ini disebabkan kekuatan militer Belanda yang lebih canggih serta kekuatan rakyat Indonesia yang apa adanya atau masih sangat tradisional.
Pada waktu itu dikhawatirkan apabila terdapat konfrontasi rakyat Indonesia dengan kekuatan Belanda yang terus berlanjut maka akan semakin banyak menimbulkan korban jiwa dari kalangan rakyat Indonesia.
Hal ini disebabkan kekuatan militer Belanda yang lebih canggih serta kekuatan rakyat Indonesia yang apa adanya atau masih sangat tradisional.
2. Dampak Negatif
Dampak negatif atau kerugian dari Perjanjian Linggarjati ialah
sebagai berikut:
1. Wilayah
kekuasaan dari negara Indonesia menjadi sangat kecil, karena hanya mencangkup
tanah Pulau Jawa, Sumatera, dan Madura saja.
2. Indonesia
harus mengikuti pula persemakmuran antara Indo-Belanda.
3. Perjanjian
ini pada hakikatnya adalah memberikan waktu Belanda untuk membangun kekuatan
yang kemudian berikutnya akan melakukan agresi militernya.
4. Partai
nasional kemudian mengkritik pemerintah Indonesia sebab dianggap lemah dalam
mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia.
Perjanjian Linggarjati kemudian ditentang oleh masyarakat serta kalangan tertentu yang diawali dengan Partai Masyumi, PNI, Partai Rakyat Indonesia, serta Partai Rakyat Jelata.
Perjanjian Linggarjati kemudian ditentang oleh masyarakat serta kalangan tertentu yang diawali dengan Partai Masyumi, PNI, Partai Rakyat Indonesia, serta Partai Rakyat Jelata.
Pemerintah pada waktu itu memberi alasan mengapa menyetujui isi
Perjanjian Linggarjati itu.
Yakni memilih cara damai dalam menyelesaikan konflik demi
menghindari jatuhnya korban lebih banyak serta untuk menarik simpati dalam
dunia internasional.
Perdamaian dengan cara gencatan senjata ini kemudian mampu
memberi peluang untuk pasukan militier Indonesia dalam melakukan berbagai hal
sebagai contoh konsolidasi.
Pada perundingan itu juga diketahui jika pemimpin yang ditunjuk
adalah Sutan Syahrir yang sudah dianggap memberikan dukungan terhadap Belanda.
Hal ini lantas membuat anggota dari Partai Sosialis yang ada di
dalam Kabinet tersebut serta KNIP mengambil langkah penarikan dukungan terhadap
pemimpin perundingan tersebut.
Penarikan dukungan yang ditujukan terhadap Sutan Syahrir
berlangsung pada tanggal 26 Juni 1947.
Pelanggaran Perjanjian Linggarjati
Belanda pada akhirnya melanggar kesepakatan yang sudah
disepakati bersama yang tertera di dalam Perjanjian Linggarjati.
Gubernur Jenderal H. J. van Mook pada ahirnya menyatakan jika
Belanda tidak lagi terikat dengan perjanjian itu yang dilontarkan pada tanggal
20 Juli 1947.
Lalu, di tanggal 21 Juli 1947, Belanda kemudian melancarkan
Agresi Militer Belanda I yaitu terjadinya serangan dari Tentara Belanda ke
wilayah Indonesia.
Konflik yang terjadi diantara Indonesia dengan Belanda kembali
memanas.
Konflik tersebut kemudian diselesaikan lewat jalur perundingan
yang menimbulkan sejarah Perjanjian Renville.
Meski demikian, terdapat banyak hasil dalam Perjanjian Renville
yang merugikan pihak Indonesia. Ada beberapa hal lainnya yang berlangsug
sebelum, selama, dan selepas Perjanjian Linggarjati dilakukan.
Beberapa kejadian yang berhubungan dengan peristiwa ini, antara
lain yakni:
1. Perundingan
dalam penyelesaian konflik Indonesia dengan Belanda sesungguhnya sudah
dilakukan dari bulan Februari 1946.
Tetapi, kemuian perundingan yang dilakukan selalu gagal tanpa adanya kesepakatan. Akhirnya tepat di bulan Oktober di tahun yang sama lalu berikutnya terjadi kesepakatan yang mengawali pertemuan Linggarjati.
Tetapi, kemuian perundingan yang dilakukan selalu gagal tanpa adanya kesepakatan. Akhirnya tepat di bulan Oktober di tahun yang sama lalu berikutnya terjadi kesepakatan yang mengawali pertemuan Linggarjati.
2. Pemilihan
dari lokasi Linggarjati atau Linggajati sebagai tempat pertemuan yang diusulkan
oleh Maria Ulfah Santoso.
Beliau merupakan seorang Menteri Sosial yang menjabat di kala tersebut. Pemilihan Linggarjati didasarkan terhadap titik tengah antara Belanda yang menguasai Jakarta serta Indonesia yang menjadikan Yogyakarta sebagai pusat pemerintahan untuk sementara.
Beliau merupakan seorang Menteri Sosial yang menjabat di kala tersebut. Pemilihan Linggarjati didasarkan terhadap titik tengah antara Belanda yang menguasai Jakarta serta Indonesia yang menjadikan Yogyakarta sebagai pusat pemerintahan untuk sementara.
3. Delegasi
Belanda menginap di kapal perang kepunyaan mereka. Delegasi Indonesia menginap
di Linggasama yang lokasinya berdekatan dengan desa Linggarjati.
Ir. Soekarno dengan Mohammad Hatta singgah di tempat kediaman Bupati Kuningan.
Ir. Soekarno dengan Mohammad Hatta singgah di tempat kediaman Bupati Kuningan.
4. Rumah yang
dijadikan sebagai tempat pertemuan merupakan tempat milik Kulve van Os. Beliau
merupakan seorang Belanda yang memiliki pabrik semen serta perajin ubin yang
menikahi perempuan berdarah Indonesia.
5. Perundingan
ternyata tidak berjalan dengan mulus. Ada beberapa poin dari kedua belah pihak
yang tidak disepakati, namun juga terdapat hal yang bisa disepakati. Delegasi
Belanda juga disela pertemuan sempat untuk menemui Soekarno yang datang sebagai
tamu yang bertujuan untuk membicarakan beberapa poin yang menjadi perdebatan
antara pihak Belanda dengan Indonesia yang diketuai oleh Syahrir.
6. Pro-kontra
terus berlangsung selepas perjanjian tersebut diberitahukan terhadap publik.
Penolakan utamanya datang serta disuarkan oleh oposisi pemerintahan pada kala
itu.
7. Belanda
sudah menodai hasil perjanjian dengan cara membatalkan kesepakatan secara
sepihak.
2.) Perundingan renville
Perjanjian Renville adalah
perjanjian yang dilakukan oleh Belanda dan Indonesia yang hasilnya ditandatangani
di tanggal 17 Januari 1948 di geladak USS Renville, kapal perang Amerika
yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok Jakarta Utara.
Perundingan renville yang kemudian
menghasilkan perjanjian renville dilakukan pada tanggal 8 Desember 1947 dengan
ditengahi oleh Belgia, Australia dan Amerika Serikat yang disebut juga
dengan nama Komisi Tiga Negara atau KTN.
KTN sendiri adalah sebuah badan
arbitase yang berdiri atas persetujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang
bertugas untuk mengawasi gencatan senjata dan menyelesaikan sengketa yang
terjadi antara Belanda dan Indonesia.
Latar Belakang Perjanjian
Renville
Perundingan renville
dilatarbelakangi oleh situasi yang memanas selepas Belanda melanggar
kesepakatan dalam perjanjian Linggarjati hingga kemudian melakukan agresi
militer pertamanya ke Indonesia.
Agresi militer Belanda ke Indonesia
mendapat tentangan dari dunia luar, termasuk Amerika Serikat dan Inggris yang
notabene adalah sekutu Belanda. Kemudian Australia dan India mengusulkan
keadaan yang terjadi di Indonesia dibahas dalam rapat dewan keamanan PBB.
Pada tanggal 1 Agustus 1947 dewan
keamanan PBB mendesak pihak Belanda dan Indonesia melakukan gencatan senjata
yang beberapa hari kemudian, tepatnya 4 Agustus 1947, kedua belah pihak mengumumkan
untuk gencatan senjata yang juga menandai berakhirnya Agresi militer Belanda ke
1.
Pada tanggal 18 September 1947. DK
PBB atau dewan keamanan PBB membentuk sebuah komisi yang kemudian dikenal
dengan sebutan KTN atau Komisi Tiga Negara. yang anggotanya terdiri dari
Australia (Richard Kirby), Belgia (Paul van Zeeland) dan Amerika Serikat (Frank
Graham).
Tugas KTN di Indonesia adalah
membantu penyelesaian sengketa antara Indonesia dan Belanda. Dalam usahanya
untuk mendamaikan antara kedua pihak tersebut maka KTN mengusulkan agar pihak
yang bersengketa untuk melakukan perundingan. Hingga kemudian terjadilah
perundingan di kapal perang Renville yang melahirkan perjanjian Renville.
Tokoh dan Isi Perjanjian Renville
Tokoh tokoh atau delegasi yang
hadir dalam perundingan yang dilakukan di kapal perang Renville tersebut
diantaranya:
- Delegasi Republik Indonesia : Amir Syarifuddin (ketua), Haji Agus
Salim (anggota), Ali Sastroamidjojo (anggota), Dr.Coa Tik Len (anggota),
Dr. J.Leimena (anggota) dan Nasrun (anggota).
- Delegasi Belanda R. Abdulkadir Wijoyoatmojo (ketua), Mr.H.A.L van
Vredenburgh (anggota), Dr. Chr. Soumoki (anggota) dan Dr. P.J.
koets(anggota)
- Frank Graham (ketua),
Paul van Zeeland (anggota) dan Richard Kirby (anggota) ketiga orang ini
adalah anggota KTN yang bertugas sebagai mediator utusan dari Perserikatan
Bangsa-Bangsa atau PBB
Dalam perundingan renville delegasi
Indonesia dipimpin oleh Mr. Amir Syarifuddin, Sedangkan Belanda dipimpin R.
Abdulkadir Wijoyoatmojo seorang Indonesia yang berpihak pada belanda.
Isi Perjanjian Renville
Terdapat beberapa poin kesepakatan
yang menjadi hasil dari perundingan Renville, diantaranya:
- Wilayah Republik Indonesia yang diakui Belanda hanya, Yogyakarta,Jawa
Tengah dan Sumatera
- TNI harus ditarik mundur dari Jawa Barat dan Jawa Timur atau
wilayah-wilayah kekuasaan Belanda
- Disetujuinya garis demarkasi yang menjadi pemisah antara
wilayah Indonesia dengan daerah pendudukan Belanda.
Kurang lebih 3 poin tersebutlah
yang menjadi inti penting dari hasil perjanjian Renville. Dalam perjanjian
tersebut wilayah kekuasaan Republik Indonesia di pulau jawa hanya meliputi
wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Perjanjian ini dinilai sangat
merugikan Indonesia karena wilayah Republik Indonesia yang semakin sempit.
Keadaan semakin bertambah parah ketika Belanda melakukan Blokade ekonomi pada
wilayah-wilayah kekuasaan RI.
Hasil perundingan renville
memperlihatkan kekalahan dalam perjuangan diplomasi. Selain itu TNI juga harus
meninggalkan wilayah-wilayah pertahanan yang susah payah dibangun di wilayah
jatim dan Jabar untuk kemudian hijrah ke Yogyakarta.
Hasil ini mendapat tentangan keras
dari partai politik seperti PNI atau Partai Nasional Indonesia dan juga
Masyumi. Suhu politik pun memanas hingga kemudian kabinet Amir Syarifuddin
jatuh dan menyerahkan mandatnya pada presiden seokarno di tanggal 23 Januari
1948. Kabinet amir pun bubar dan berganti dengan kabinet Hatta.
Pasca Perjanjian Renville
Beberapa peristiwa penting yang
terjadi selepas perjanjian Renville diantaranya adalah peristiwa hijrahnya
Pasukan Siliwangi dari Jawa Barat menujuu wilayah kekuasaan RI di Yogyakarta
dan Jawa Tengah.
3.)Perundingan roem-royen
Perjanjian Roem Royen
Perjanjian Roem Royen merupakan sebuah perjanjian yang dilakukan
antara Indonesia dengan Belanda yang dimulai pada tanggal 14 April 1949 dan
akhirnya ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta.
Nama dari perjanjian ini diambil dari kedua pemimpin delegasi,
yakni Mohammad Roem dan Herman van Roijen.
Sejarah Latar Belakang Perjanjian
Roem Royen
Perjanjian Roem Royen dilatar belakangi oleh sebab terjadinya
serangan dari pihak Belanda terhadap Indonesia setelah meraih kemerdekaan.
Serangan Belanda berlangsung di daerah Yogyakarta, selain melakukan serangan,
Belanda juga melakukan penahanan terhadap beberapa para pemimpin Indonesia.
Belanda juga melakukan propaganda bahwa Tentara Nasional
Indonesia telah hancur. Yang kemudian propaganda tersebut mendapat kecaman dari
dunia Internasional.
Akibat adanya tekanan dari luar, Belanda kemudian bersedia
melakukan perundingan dan juga perjanjian Roem Royen merupakan jalan menuju
Konferensi Meja Bundar (KMB) yang berlangsung di Den Haag , Belanda.
Perjanjian Roem Royen dimulai pada tanggal 14 April 1949 namun
tidak berjalan lancar, karena seminggu setelah perundingan berlangsung,
kemudian terhenti.
Penyebabnya yaitu ialah Van Royen menafsirkan bahwa Belanda akan
memulihkan pemerintahan setelah pemimpin-pemimpin Indonesia memerintahkan
pasukan bersenjata untuk menghentikan serangan gerilya, bekerja sama dalam
memulihkan perdamaian, pemeliharaan ketertiban serta keamanan, setelah itu
bersedia menghadiri Konferensi Meja Bundar (KMB)
Kemudian pada saat itu Indonesia tidak melakukan hal-hal diatas
karena para pemimpin-pemimpin Indonesia terpencar-pencar, dan tidak ada kontak
satu dengan yang lainnya.
Perundingan Roem Royen kemudian dilaksanakan lagi pada 1 Mei
karena adanya tekanan dari pihak Amerika Serikat. Amerika Serikat menjanjikan
bantuan ekonomi setelah melakukan penyerahan kedaulatan, apabila kalau ditolak,
Amerika tidak akan membantu apapun juga kepada pihak Belanda.
Isi Perjanjian Roem Royen
Perjanjian Roem Royen dilaksankan di Hotel Des Indes di jakarta,
adapun isi perjanjian Roem Royem tersebut ialah :
1.
Tentara bersenjata Indonesia harus menghentikan kegiatan
gerilya.
2.
Pemerintah Republik Indonesia turut serta dalam Konferensi Meja
Bundar
3.
Kembalinya pemerintah RI ke Yogyakarta
4.
Tentara bersenjata Belanda harus mengehentikan operasi militer
serta melakuakn pembebasan semua tahanan politik.
5.
Kedaulatan Republik Indonesia akan diserahkan secara utuh tanpa
adanya syarat.
6.
Menyetujui adanya Republik Indonesia yang bagian dari Negara
Indonesia Serikat.
7.
Belanda memberikan hak, kekuasaan, serta kewajiban kepada pihak
Indonesia.
Dampak Perjanjian Roem Royen
Terdapat banyak sekali dampak dari adanya perjanjian Roem Royen
pada keadaan di Indonesia. Isi perjanjian Roem Royen termasuk pembebasan
tahanan politik sehingga Ir. Soekarno dan Bung Hatta kembali ke Yogyakarta
setelah sekian lama diasingkan.
Yogyakarta juga menjadi ibukota sementara Indonesia. Terjadi
penyerahan mandat dari Sjafruddin Prawiranegara sebagai presiden Pemerintahan
Darurat Republik Indonesia (PDRI) kembali kepada Ir. Soekarno.
Yang paling mencolok dari dampak adanya perjanjian roem royen
ini adalah adanya gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia. Perundingan
Roem Royen pun berujung kepada dilaksanakannya Konferensi Meja Bundar (KMB) di
Den Haag, Belanda. Dan menyelesaikan permasalahan antara Indonesia dengan
Belanda.
Tokoh Perjanjian Roen Royen
Perjanjian Roem Royem tersebut melibatkan banyak sekali tokoh
tokoh penting, diantaranya ;
- Herman
Van roijen
- Bung
Hatta
- Sri
sultan hamengkubuwono IX
- Prof.
Dr. Supomo
- Ali
Sastroamidjojo
- Mohammad
Roem
- Leimena
- A.K.
Pringgodigdo
- Latuharhary
Apa itu perjanjian Roem Royen?
Perjanjian Roem Royen merupakan
sebuah perjanjian yang dilakukan antara Indonesia dengan Belanda yang dimulai
pada tanggal 14 April 1949 dan akhirnya ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949
di Hotel Des Indes, Jakarta.
Siapa
saja tokoh dalam perjanjian roem royen?
1. Herman Van roijen
2. Bung Hatta
3. Sri sultan hamengkubuwono IX
4. Prof. Dr. Supomo
5. Ali Sastroamidjojo
6. Mohammad Roem
7. Leimena
8. A.K. Pringgodigdo
9. Latuharhary
2. Bung Hatta
3. Sri sultan hamengkubuwono IX
4. Prof. Dr. Supomo
5. Ali Sastroamidjojo
6. Mohammad Roem
7. Leimena
8. A.K. Pringgodigdo
9. Latuharhary
Apa
dampak dari perjanjian roem royen?
Pembebasan tahanan politik
sehingga Ir. Soekarno dan Bung Hatta kembali ke Yogyakarta setelah sekian lama
diasingkan.
4.)Komisi
3 negara
Latar Belakang Komisi Tiga Negara
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
merupakan Dewan Keamanan atau biasa disebut badan dunia yang ikut berperan
dalam upaya menyelesaikan pertikaian antara Indonesia dengan Belanda.
Lembaga yang dibentuk oleh PBB
dinamakan dengan KTN yang anggotanya terdiri atas beberapa Negara seperti
Belgia mewakili Belanda, Australia mewakili Indonesia dan Amerika Serikat
sebagai pihak ke tiga yang ditunjuk oleh Belgia dan Australia.
Latar belakang dari pembentukan KTN
ini bermula ketika pada tanggal 20 Juli 1947, Van Mook menyatakan bahwa, ia
merasa tidak terikat lagi dengan persetujuan Linggarjati dan perjanjian
gencatan senjata.
Seperti yang diketahui bahwa pada
tanggal 21 Juli 1947 tentara Belanda melancarkan Agresi Militer pertamanya
terhadap pemerintah bangsa Indonesia.
KTN bertugas untuk mengawasi secara
langsung penghentian aksi tembak-menembak sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan
PBB.
Didalam permasalahan militer KTN
dapat mengambil inisiatif untuk menyelesaikannya, sedangkan didalam masalah
politik KTN hanya dapat memberikan saran atau usul karena tidak mempunyai hak
untuk menentukan keputusan politik yang akan diambil oleh bangsa Indonesia.
Kemudian pihak Belanda membuat
batas-batas wilayah dengan memasang patok-patok pada wilayah status quo.
Kesulitan yang dihadapi oleh Komisi Tiga Negara adalah melewati garis Van Mook,
karena Belanda sangat mempertahankan garis tersebut.
Garis Van Mook merupakan suatu garis
yang berguna untuk menghubungkan pucuk-pucuk pasukan Belanda yang maju setelah
perintah Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan aksi tembak-menembak.
Tugas Komisi Tiga Negara
KTN ini memiliki beberap tugas pokok
yaitu sebagai berikut ini :
- Untuk
menguasai dengan cara langsung penghentian aksi tembak menembak sesuai
dengan resolusi PBB.
- Bertugas
menjadi penengah dari konflik yang terjadi antara Indonesia dan juga
Belanda.
- Berwenang
untuk memasang patok-patok pada wilayah status quo yang dibantu oleh TNI.
- Bertugas
untuk mempertemukan kembali bangsa Indonesia serta Belanda dalam
Perundingan Renville. Tetapi, Perundingan Renville ini justru memberi
dampak semakin sempitnya wilayah RI.
Anggota Komisi Tiga Negara
KTN beranggotakan tiga negara yang
dipilih oleh bebberapa perwakilan Negara, yaitu sebagai berikut :
- Negara
Australia yang dipilih oleh Bangsa Indonesia yang diwakili oleh Richard C.
Kirby
- Belgia
yang dipilih oleh Belanda yang diwakili oleh Paul van Zeeland
- Amerika
Serikat adalah sebagai pihak yang netral diwakili oleh Dr. Frank Graham.
Isi Komisi Tiga Negara
Isi dari Komisi Tiga Negara sama
dengan Isi dari perjanjian Renville, berikut ini penjelasannya :
- Belanda
hanya mengakui 3 daerah yaitu Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera
sebagai bagian dari wilayah Republik Indonesia.
- Disepakatinya
sebuah garis demarkasi yang berguna untuk memisahkan wilayah bangsa Indonesia
dan daerah pendudukan Belanda.
- TNI
harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan
di Jawa Barat dan Jawa Timur Indonesia di Yogyakarta..
Dampak dari Komisi Tiga Negara
Dibawah ini terdapat beberapa dampak
ktn bagi bangsa indonesia, yaitu antara lain :
- Mempertemukan
Belanda dan bangsa Indonesia didalam perundingan Renville pada tanggal 8
Desember 1947 – 17 Januari 1948.
- Mengembalikan
para pemimpin Republik Indonesia yang ditahan oleh pihak Belanda di
Bangka.
- Membantu
proses terjadinya sebuah Perjanjian Roem Royen pada tanggal 14 April 1949.
- Nama
KTN kemudian diubah menjadi UNCI (United Nations Commission for
Indonesia).
- UNCI
ini sendiri dipimpin oleh Merle Cochran yang berasal dari Amerika Serikat
dan dibantu oleh Critchley (Australia) dan Harremans (Belgia).
Apa yang dimaksud dengan KTN?
Komisi Tiga
Negara (KTN) adalah badan arbitrase yang tidak memihak kepada pihak
manapun demi menyelesaikian konflik yang terjadi antara RI dan Belanda.
Anggota Komisi Tiga Negara, yaitu?
1. Negara
Australia yang dipilih oleh Bangsa Indonesia yang diwakili oleh Richard C.
Kirby
2. Belgia yang dipilih oleh Belanda yang diwakili oleh Paul van Zeeland
3. Amerika Serikat adalah sebagai pihak yang netral diwakili oleh Dr. Frank Graham.
2. Belgia yang dipilih oleh Belanda yang diwakili oleh Paul van Zeeland
3. Amerika Serikat adalah sebagai pihak yang netral diwakili oleh Dr. Frank Graham.
Pada tanggal berapa Komisi Tiga
Negara dibentuk?
KTN dibentuk
pada tanggal 25 Agustus 1947, dengan tujuan untuk menghentikan gencatan senjata
yang terjadi antara pemerintah Republik Indonesia dan Belanda.
Tidak ada sebuah bangsa yang mampu
berdiri sendiri tanpa adanya bantuan dari bangsa-bangsa lain. Itulah mengapa
sebabnya didalam sejarah kehidupan manusia akan tercipta pergaulan antar
bangsa-bangsa yang ada di dunia.
5.)perundingan inter indonesia
konferensi
inter-indonesia adalah sebuah perundingan yang terjadi antara pihak indonesia
dengan negara-negara boneka belanda. Konferensi Inter Indonesia ini berlangsung
di Yogyakarta pada diadakan 2 priode yang perama 19 - 22 Juli 1949 dan yang
kedua 30 Juli - 2 Agustus 1949. masalah yang di bahas dalam konverensi ini
adalah pembentukan RIS ( Republik Indonesia Srikat ).
konverensi
pertma pada tanggal 19 - 22 Juli 1949, menghasilkan
1.)
pembentukan republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan demokrasi dan
federalisme (serikat).
2.) RIS
dikepalai seorang presiden dengan mentri-mentri yg membantunya
3.)
pembentukan angkatan perang RIS
konverensi
kedua pada tanggal 30 Juli - 2 Agustus 1949, menghasilkan
1.
Bendera RIS adalah Sang Merah Putih
2. Lagu
kebangsaan Indonesia Raya
3. Bahasa
resmi RIS adalah Bahsa Indonesia
4.
Presiden RIS dipilih wakil RI dan BFO
Simak
lebih lanjut di Brainly.co.id - https://brainly.co.id/tugas/649733#readmore
Peristiwa
Konferensi Inter Indonesia merupakan suatu kegiatan yang
mempertemukan antara negara Republik Indonesia dengan negara-negara boneka atau
negara bagian yang dibentuk oleh Belanda. Konferensi Inter Indonesia jarang
mendapat perhatian dari pemerhati sejarah karena gaungnya kurang dibandingkan
konferensi yang melibatkan Indonesia dengan banyak negara. Pelaksanaan
konferensi Inter Indonesia ini untuk melakukan pendekatan dan koordinasi dengan
negara-negara bagian dalam kaitannya dengan rencana Belanda untuk membentuk
Republik Indonesia Serikat.
Dalam
konferensi Inter Indonesia ini berusaha untuk mendapatkan kesamaan pandangan
demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia terutama dalam rangka menghadapi
Belanda dalam Konferensi Meja Bundar (KMB). Dengan kata lain konferensi ini
sebagai ajang pemanasan sebelum pelaksanaan KMB. Konferensi Inter Indonesia
dilaksanakan setelah para pemimpin Republik Indonesia kembali ke Ibu Kota
Yogyakarta. Konferensi dilakukan dalam dua tahap, tahap I dilakukan di
Yogyakarta pada tanggal 19-22 Juli 1949 dengan dipimpin oleh Wakil Presiden
Mohammad Hatta. Sedangkan Konferensi Inter Indonesia II diselenggarakan di
Jakarta pada tanggal 30 Juli – 2 Agustus 1949 dengan pimpinan ketua BFO Sultan
Hamid.
Agenda
utama yang dibicarakan dalam Konferensi Inter Indonesia difokuskan pada rencana
pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS). Permasalahan yang dibahas antara
lain masalah tata susunan dan hak Pemerintah RIS, serta kerja sama antara RIS
dan Belanda dalam Perserikatan Uni. Isi konferensi atau hasil positif yang
dihasilkan dan disepakati adalah :
·
Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia
Serikat (RIS) berdasarkan demokrasi dan federalisme (serikat)
·
Selaku kepala negara adalah Presiden dengan dibantu oleh
menteri-menteri.
·
RIS akan menerima penyerahan kedaulatan dari RI dan Belanda
·
Bendera kebangsaan RIS adalah Merah Putih
·
Lagu kebangsaan RIS adalah Indonesia Raya
·
Tanggal 17 Agustus ditetapkan sebagai hari nasional
·
Angkatan perang RIS adalah angkatan perang nasional, dan Presiden
RIS adalah Panglima Tertinggi Angkatan Perang RIS, dan
·
Pembentukkan angkatan Perang RIS adalah semata-mata soal bangsa
Indonesia sendiri. Angkatan Perang RIS akan dibentuk oleh Pemerintah RIS dengan
inti dari TNI dan KNIL serta kesatuan-kesatuan Belanda lainnya.
Hasil
dari konferensi Inter Indonesia ini menjadi bekal bagi delegasi Indonesia yang
akan berunding dengan Belanda pada pelaksanaan Konferensi Meja Bundar (KMB) di
Den Haag.
6.)konfrensi meja bundar
atar Belakang Konferensi
Meja Bundar
Hal yang melatarbelakangi
terjadinya KMB adalah kegagalan Belanda untuk meredam kemerdekaan Indonesia
dengan jalan kekerasan karena adanya kecaman dari dunia internasional.
Belanda
dan Indonesia kemudian mengadakan beberapa pertemuan untuk melakukan
penyelsaian secara diplomasi. Sebelumnya telah terjadi beberapa perundingan
antara pihak Belanda dan Indonesia lewat perjanjian Linggarjati dan perjanjian Renville.
Pada 28 Januari 1949, Dewan
Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan resolusi yang mengecam
serangan militer Belanda terhadap tentara Indonesia. Dewan Keamanan PBB juga
menyerukan diadakannya perundingan untuk menemukan penyelesaian damai antara
dua pihak.
Usai
dilaksanakannya perjanjian Roem Royen pada tanggal 6
Juli, rencananya akan diadakan lagi konferensi yang akan diikuti oleh para
tokoh yang masih diasingkan di Bangka. Sebelumnya diadakan terlebih dahulu
Konferensi Inter-Indonesia di Yogyakarta antara tanggal 31 Juli sampai 2 Agustus
1949.
Konferensi Inter-Indonesia
dihadiri semua otoritas bagian dari Republik Indonesia Serikat yang akan
dibentuk. Para partisipan setuju mengenai prinsip dan kerangka dasar untuk
konstitusinya. Pada tanggal 11 Agustus 1949, dibentuk perwakilan Republik
Indonesia untuk menghadiri Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda.
Waktu dan Tempat Konferensi
Meja Bundar
Konferensi Meja Bundar
diselenggarakan di kota Den Haag, Belanda. Waktu pelaksanaannya diadakan mulai
tanggal 23 Agustus 1949 sampai 2 November 1949.
Tujuan Konferensi Meja
Bundar
Ada beberapa tujuan
diadakannya Konferensi Meja Bundar ini antara lain adalah:
1. Mengakhiri
perselisihan antara Indonesia dan Belanda dengan cara melaksanakan
perjanjian-perjanjian yang sudah dibuat antara Republik Indonesia dengan
Belanda, khususnya mengenai pembentukan Negara Indonesia Serikat (RIS).
2. Dengan
tercapainya kesepakatan Meja Bundar, maka Indonesia telah diakui sebagai negara
yang berdaulat penuh oleh Belanda, walaupun tanpa Irian Barat.
Tokoh Konferensi Meja
Bundar
Ada tiga pihak yang terlibat
dalam konferensi Meja Bundar, yakni pihak Indonesia, pihak Belanda yang
diwakili BFO dan pihak UNCI (United Nations Comissioner for Indonesia) selaku
penengah.
1. Pihak Indonesia
Pihak Indonesia diketuai oleh
Drs. Mohammad Hatta dan terdiri dari 12 delegasi secara keseluruhan.
- Drs. Mohammad Hatta
- Nir. Moh. Roem
- Prof Dr. Mr. Supomo
- Dr. J. Leitnena
- Mr. Ali Sastroamicijojo
- Ir. Djuanda
- Dr. Sukiman
- Mr. Suyono Hadinoto
- Dr. Sumitro Djojohadikusumo
- Mr. Abdul Karim Pringgodigdo
- Kolonel T.B. Simatupang
- Mr. Muwardi
2. Pihak Belanda
Dalam KMB, pihak Belanda
diwakili oleh BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg) yang
mewakili berbagai negara yang diciptakan Belanda di kepulauan Indonesia.
Perwakilan BFO ini dipimpin
oleh Sultan Hamid II dari Pontianak. Perwakilan Belanda dipimpin oleh Mr. van
Maarseveen dan UNCI diwakili Chritchley.
3. Pihak UNCI
Pihak UNCI atau United Nations
Comissioner for Indonesia bertindak sebagai penengah jalannya konferensi antara
Indonesia dan Belanda. Pembentukan UNCI dilakukan sebagai penengah dan mediator
perdamaian perselisihan Indonesia dan Belanda.
Hasil dan Isi Konferensi
Meja Bundar
Ada beberapa poin kesepakatan
Konferensi Meja Bundar. Berikut merupakan isi dan hasil Konferensi Meja Bundar
selengkapnya.
1. Belanda
mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai sebuah negara yang
merdeka.
2. Pengakuan
kedaulatan dilakukan selambat-lambatnya tanggal 30 Desember 1949.
3. Status
Provinsi Irian Barat diselesaikan paling lama dalam waktu setahun setelah
pengakuan kedaulatan.
4. Dibentuknya
Uni Indonesia-Belanda untuk mengadakan kerjasama antara RIS dan Belanda yang
dikepalai Raja Belanda.
5. Republik
Indonesia Serikat akan mengembalikan hak milik Belanda dan memberikan hak-hak
konsesi serta izin baru untuk perusahaan-perusahaan Belanda.
6. Republik
indonesia Serikat harus membayar semua utang Belanda sejak tahun 1942.
7. Kapal-kapal
perang Belanda akan ditarik dari Indonesia dengan catatan beberapa korvet akan
diserahkan kepada RIS.
8. Tentara
Kerajaan Belanda akan ditarik mundur, sedangkan Tentara Kerajaan Hindia Belanda
(KNIL) akan dibubarkan dengan catatan bahwa anggotanya yang diperlukan akan
dimasukkan dalam kesatuan TNI.
Dampak Konferensi Meja
Bundar
Pengesahan dan penandatanganan
isi Konferensi Meja Bundar dilakukan pada tanggal 29 Oktober 1949. Hasil KMB
ini kemudian disampaikan kepada Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Selanjutnya KNIP melakukan
sidang pada tanggal 6-14 Desember 1949 untuk membahas hasil dari KMB. Pada
akhirnya KNIP menyetujui hasil KMB. Pada 15 Desember 1949, Soekarno sebagai
calon tunggal terpilih sebagai presiden Republik Indonesia Serikat.
Indonesia Serikat dibentuk
seperti republik federasi berdaulat yang terdiri dari 16 negara bagian dan
merupakan persekutuan dengan Kerajaan Belanda. Kabinet RIS terbentuk di
bawah pimpinan Drs. Moh. Hatta yang menjadi Perdana Menteri.
Penyerahan kedaulatan Belanda
terhadap Indonesia akhirnya disahkan pada tanggal 27 Desember 1949. Dalam
upacara penyerahan kedaulatan pihak Belanda ditandatangani oleh Ratu Juliana,
Perdana Menteri Dr. Willem Drees dan Menteri Seberang Lautan Mr. AM . J.A
Sassen. Sedangkan delegasi Indonesia dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta.
Di waktu yang sama di Jakarta,
Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Wakil Tertinggi Mahkota AH. J. Lovink
menandatangani naskah pengakuan kedaulatan. Dengan diakuinya kedaulatan RI oleh
Belanda ini maka Indonesia berubah bentuk negaranya berubah menjadi negara
serikat yakni Republik Indonesia Serikat (RIS).
Penyerahan kedaulatan menandai
pengakuan Belanda atas berdirinya Republik Indonesia Serikat dan wilayahnya
mencakup semua bekas wilayah jajahan Hindia-Belanda secara formal kecuali
wilayah Irian Barat. Irian barat diserahkan oleh Belanda setahun kemudian.
Orde lama dan orde baru
Pengertian Orde Lama yang Dipimpin Presiden Soekarno
Dalam sejarah politik Indonesia, istilah orde lama merujuk kepada masa pemerintahan Presiden Soekarno yang berlangsung mulai tahun 1945 sampai tahun 1968. Secara resmi, orde baru berakhir pada tahun 1967 ketika Sidang Istimewa MPR menetapkan Soeharto sebagai Presiden menggantikan Soekarno. Masa – masa awal orde lama adalah ketika Indonesia baru saja menjadi negara merdeka, lepas dari penjajahan Belanda dan Jepang. Istilah Orde Lama muncul ketika pemerintahan di era Presiden Soeharto mendapatkan sebutan sebagai Orde Baru. Pada periode orde lama Presiden Soekarno menjabat sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. Sebagai negara yang baru saja merdeka, tidak aneh jika terjadi beberapa peralihan sistem pemerintahan di masa orde lama ini. Sistem – sistem pemerintahan demokrasi pada masa orde lama yang berbeda terjadi dalam tiga tahap pada era kepemimpinan Presiden Soekarno.
Pasca Kemerdekaan (1945 – 1950)
Selama kurun waktu dalam pengertian orde lama terjadi perubahan sistem pemerintahan dari presidensial menjadi sistem parlementer. Dalam sistem pemerintahan presidensial terdapat fungsi ganda Presiden yaitu sebagai badan eksekutif sekaligus juga badan eksekutif. Penyimpangan pada masa orde lama juga telah terjadi di kurun waktu ini seperti perubahan fungsi Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). KNIP tadinya berfungsi sebagai pembantu presiden namun berubah menjadi badan yang diberi kekuasaan legislatif dan turut diberi wewenang untuk menetapkan GBHN yang tadinya adalah wewenang MPR. Kabinet presidensial juga berubah bentuk menjadi kabinet parlementer pada masa ini. Ciri – ciri dari sistem pemerintahan parlementer yaitu:
- Kekuasaan legislatif lebih memiliki kekuatan daripada kekuasaan eksekutif
- Menteri – menteri yang ada di kabinet harus mempertanggungjawabkan tindakannya kepada DPR
- Program kebijaksanaan kabinet harus sesuai dengan tujuan politik yang dimiliki sebagian anggota parlemen tersebut.
Demokrasi Liberal (1950 – 1959)
Periode dalam pengertian orde lama ini disebut masa demokrasi liberal karena menggunakan prinsip – prinsip liberal dalam politik dan sistem ekonominya. Dalam sistem demokrasi liberal, beberapa partai besar seperti Masyumi, PNI dan PKI memiliki partisipasi besar dalam pemerintahan. Kabinet – kabinet yang bertanggung jawab kepada parlemen (DPR) kemudian dibentuk berdasarkan UUDS 1950. Setiap kabinet yang berkuasa harus mendapatkan dukungan mayoritas dari DPR pusat. Beberapa ciri – ciri dari sistem pemerintahan demokrasi liberal yaitu:
- Presiden hanya bertindak selaku kepala negara dan hanya berhak mengatur pembentukan kabinet.
- Presiden dan wakilnya tidak dapat diganggu gugat
- Kebijakan pemerintahan dipertanggung jawabkan oleh kepala pemerintahan yaitu Perdana Menteri
- Presiden memiliki hak untuk membubarkan DPR
- Pengangkatan Perdana Menteri dilakukan oleh Presiden.
- Kewenangan terbesar dalam pemerintahan dan pengambilan keputusan dipegang oleh parlemen.
- Kabinet yang menjalankan pemerintahan akan berganti sesuai dengan tugasnya.
Pada tanggal 17 Agustus 1950 hingga 5 Juli 1959 Presiden Soekarno menggunakan konstitusi Undang – Undang Dasar Sementara Republik Indonesia (UUDS) untuk memerintah. Dewan Konstituante juga diberi tugas untuk membuat undang – undang dasar baru yang sesuai dengan amanat UUDS 1950, tetapi sampai tahun 1955 belum ada konstitusi baru yang ditetapkan atau dibuat. Akibatnya Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menyatakan pembubaran konstituante. Isi dari dekrit tersebut adalah pembentukan MPRS dan DPAS, memberlakukan kembali UUD 1945 dan menyatakan bahwa UUDS 1950 tidak lagi berlaku, serta pembubaran konstituante.
Demokrasi Terpimpin (1959 – 1968)
Demokrasi Terpimpin adalah hasil dari keluarnya dekrit Presiden 1959 dan sistem ekonomi Indonesia juga menjurus pada sistem yang segalanya diatur oleh pemerintah (etatisme) yang diharapkan bisa membawa kemakmuran bersama. Sistem demokrasi terpimpin dalam pengertian Orde Lama adalah sistem yang seluruhnya berpusat pada pemimpin negara yaitu Presiden Soekarno, termasuk seluruh keputusan dan pemikiran mengenai pemerintahan. Demokrasi Terpimpin pertama kali diumumkan dalam pembukaan Sidang Konstituante tanggal 10 November 1956. Di masa ini juga terjadi berbagai penyimpangan yang mengakibatkan beberapa peristiwa besar dalam sejarah Indonesia, yaitu:
- Mengidentikkan Pancasila dengan paham Nasakom (Nasionalisme, Agama dan Komunis)
- Menetapkan produk hukum yang setingkat UU dalam bentuk penetapan presiden dan bukan persetujuan legislatif.
- MPRS mengangkat Soekarno sebagai Presiden seumur hidupnya dalam sejarah MPR dan sejarah DPR yang menyimpang.
- Pembubaran DPR hasil pemilu pada masa orde lama tahun 1955 oleh Presiden
- Pernyataan perang dengan Malaysia
- Keluarnya Indonesia dari PBB dan tidak berfungsinya hak budget.
Di era orde lama, konsep yang dipegang Soekarno mengenai pemanfaatan kekayaan alam sangat jelas, yaitu jika bangsa Indonesia belum memiliki kemampuan dalam ilmu atau teknologi untuk pemanfaatan kekayaan alam tersebut maka biarkan kekayaan tersebut tetap berada di dalam bumi. Soekarno beranggapan kekayaan alam akan menjadi warisan untuk generasi mendatang ketika mereka sudah memiliki kemampuan untuk mengeksplorasinya. Dengan pandangan seperti ini, Soekarno tidak pernah memberikan hak konsesi tambang – tambang milik rakyat ke tangan asing. Begitu juga dengan peristiwa penebangan hutan yang sangat jarang terjadi di masa pemerintahan Soekarno.
Pada masa demokrasi terpimpin ini juga terjadi konflik antara Angkatan Darat, Presiden dan PKI yang mencapai puncaknya berupa peristiwa G30S PKI pada 30 September 1965. Dampak dari peristiwa sejarah G30S PKI lengkap tersebut adalah memuncaknya demonstrasi untuk menentang PKI, diangkatnya Mayjen Soeharto menjadi Panglima AD, memburuknya kondisi ekonomi, pembentukan kabinet seratus menteri, dan Tritura (Tiga Tuntutan Rakyat) sebagai hasil dari kekacauan situasi negara saat itu akibat berbagai penyimpangan pada masa orde lama.
Peralihan Masa Pemerintahan
Sebagai akibat dari kronologi G30S PKI tersebut proses peralihan pemerintahan ke era orde baru juga ikut terpengaruh dan menjadi salah satu pemicu yang membuat Presiden Soekarno terpaksa menyerahkan jabatannya. Kedekatan Soekarno dengan PKI membuat banyak kalangan tidak senang dan pada akhirnya rakyat kehilangan kepercayaan terhadap kemampuannya memimpin negara karena Soekarno membiarkan tujuan organisasi PKI untuk menyebarkan paham komunis merajalela di Indonesia, dan kurang memperhatikan sektor ekonomi. Pada tanggal 11 Maret 1966 lahir Surat Perintah Sebelas Maret (supersemar) yang ditandatangani Presden Soekarno dan berisi instruksi kepada Letjen Soeharto.
Instruksi tersebut menyatakan bahwa Letjen Soeharto selaku Menpangab (menteri panglima angkatan darat) untuk mengambil semua tindakan yang dianggap perlu dalam mengawal jalannya pemerintahan saat itu. Sedikit demi sedikit pemerintahan mulai bergeser ke era Orde Baru dibawah pimpinan Jenderal Soeharto yang diberi kekuasaan lewat Supersemar. Pada tanggal 11 Februari 1967 suatu konsep untuk memudahkan penyelesaian konflik diajukan oleh Soeharto, namun Presiden tidak dapat menerima konsep tersebut. Setelah dilakukan sedikit perubahan pada kata – kata di dalam pasal 3 maka Soekarno bersedia menandatanganinya.
Kemudian pada tanggal 23 Februari 1967 di Istana Negara, kekuasaan pemerintah secara resmi diserahkan kepada pemegang Supersemar yaitu Jendral Soeharto. Sebulan kemudian diadakan Sidang Istimewa MPRS untuk mengukuhkan pengunduran diri Soekarno sebagai Presiden dan juga mengangkat Jendral Soeharto menjadi Presiden secara resmi. Pengertian Orde Lama berakhir setelah Presiden Soekarno mengukuhkan pengunduran dirinya sekaligus menyerahkan kepemimpinan negara kepada Presiden Soeharto. Mulai saat inilah istilah makna Orde Baru terus digaungkan agar rakyat menyadari bahwa pergantian era pemerintahan sudah dimulai.
Orde baru
periode orde baru (1965-1998) Era baru dalam pemerintahan dimulai setelah melalui masa transisi yang singkat yaitu antara 1966-1968. Ketika Jenderal Soeharto dipilih menjadi Presiden Republik Indonesia. Baca juga: Bukti Normatif dan Empirik Indonesia Negara Demokrasi Era pemerintahan pada masa Soeharto dikenal sebagai Orde Baru dengan konsep Demokrasi Pancasila. Visi utama pemerintahan Orde Baru ini adalah untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Dengan visi tersebut, Orde Baru memberikan harapan bagi rakyat Indonesia. Terutama yang berkaitan dengan perubahan-perubahan politik. Perubahan politik dari yang bersifat otoriter pada masa demokrasi terpimpin di bawah Presiden Soekarno menjadi lebih demokratis pada Orde Baru. Rakyat percaya terhadap pemerintahan Orde Baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto atas dasar beberapa hal, yaitu: Soeharto sebagai tokoh utama Orde Baru dipandang sebagai sosok pemimpin yang mampu mengeluarkan bangsa Indonesia dari keterpurukan. Soeharto berhasil membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang menjadi musuh Indonesia pada masa ini. Soeharto berhasil menciptakan stabilitas keamanan Indonesia pasca pemberontakan PKI dalam waktu relatif singkat.
Perbedaan
Ideologi
Kesenjangan
Sosial
Kepentingan
Disintegrasi bangsa
Permasalahan utama dalam proses integrasi
masyarakat bukan terletak pada kemajemukannya atau perbedaan faktor kebudayaan
tetapi pada faktor ekonomi dan politik.
Sektor
ekonomi dan politik lebih berpotensi besar menjadi pemicu berlangsungnya
konflik dalam masyarakat majemuk, baik antaragama, suku bangsa, daerah maupun
antara golongan minoritas dan golongan mayoritas.
Contoh kasus disintegrasi Disintegrasi memiliki banyak ragam seperti pertentangan fisik, perkelahian, tawuran, kerusuhan, revolusi bahkan perang. Bila sistem ekonomi mengalami penyimpangan yang berlebihan dan sistem politik yang kurang partisipatif maka akan menimbulkan kasus-kasus disintegrasi di Indonesia. Contoh Nanggroe Aceh Darussalam, Ambon Maluku, Sambas Kalimantan, Poso dan daerah lain. Tetapi bahaya disintegrasi ini tidak akan muncul ke permukaan bila sistem ekonomi dan sistem politik bersifat demokratis. Dengan sistem ekonomi dan politik yang demokratis artinya memberi peluang dan kesempatan yang sama bagi semua anggota masyarakat tak terkecuali.
yang menyebabkan disintegrasi bangsa bias terjadi :
Contoh kasus disintegrasi Disintegrasi memiliki banyak ragam seperti pertentangan fisik, perkelahian, tawuran, kerusuhan, revolusi bahkan perang. Bila sistem ekonomi mengalami penyimpangan yang berlebihan dan sistem politik yang kurang partisipatif maka akan menimbulkan kasus-kasus disintegrasi di Indonesia. Contoh Nanggroe Aceh Darussalam, Ambon Maluku, Sambas Kalimantan, Poso dan daerah lain. Tetapi bahaya disintegrasi ini tidak akan muncul ke permukaan bila sistem ekonomi dan sistem politik bersifat demokratis. Dengan sistem ekonomi dan politik yang demokratis artinya memberi peluang dan kesempatan yang sama bagi semua anggota masyarakat tak terkecuali.
yang menyebabkan disintegrasi bangsa bias terjadi :
Perbedaan
Ideologi
Ideologi
merupakan suatu kumpulan gagasan, ide-ide dasar, keyakinan serta kepercayaan
yang bersifat sistematis dengan arah dan tujuan yang hendak dicapai dalam
kehidupan nasional suatu bangsa dan negara.. Perbedaan ideologi dapat
menimbulkan konflik. Konflik Ideologi merupakan konflik yang terjadi akibat
perbedaan pemikiran mengenai pedoman, serta perbedaan tujuan atau cita – cita
sehingga menimbulkan pertentangan ideologi.
Kesenjangan
Sosial
Kesenjangan
sosial merupakan suatu kondisi ketika kehidupan sosial masyarakat terutama
dalam ha ekonomi dianggap tidak seimbang. Hal ini dapat menimbulkan konflik
terutama jika terjadi anggapan bahwa pemerintah dianggap bertindak tidak
adil.
Kepentingan
Adanya
kepentingan-kepentingan yang bertentangan dengan Pemerintah memang dapat
menyebabkan suatu bangsa terancam persatuan dan kesatuannya.
Langganan:
Postingan (Atom)